Rencana MA Minta TNI Jaga Pengadilan Gantikan Polisi, Imparsial: Tidak Urgensi dan Berlebihan
- Istimewa
Jakarta – Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai, wacana Mahkamah Agung yang akan melibatkan TNI dalam pengamanan untuk seluruh pengadilan di Indonesia sangat berlebihan.
Diketahui, dalam prakteknya, MA beralasan bahwa pengamanan dari Polri sebagaimana yang berjalan selama ini bisa menimbulkan konflik kepentingan karena pengadilan seringkali menyidangkan kasus-kasus praperadilan di mana termohonnya adalah Kepolisian.
“Kami memandang bahwa pelibatan militer dalam pengamanan pengadilan di seluruh Indonesia adalah kebijakan yang bermasalah, tidak memiliki urgensi, dan berlebihan,” ujar Gufron dalam keterangannya, Kamis, 14 September 2023.
Gufron menjelaskan, jika TNI dilibatkan dalam pengamanan pengadilan, hal ini justru akan menyeret-nyeret institusi TNI dalam konflik kepentingan tersebut karena TNI juga memiiki kepentingan dengan Mahkamah Agung melalui peradilan militer.
Dia menyebut, pengamanan pengadilan oleh TNI tentu tidak menjawab permasalahan yang disampaikan oleh Plt. Sekretaris MA tersebut.
Gufron menambahkan, pengamanan pengadilan oleh TNI justru akan menciptakan atmosfer yang intimidatif yang mengancam integritas proses penegakan hukum, serta menghambat akses masyarakat terhadap keadilan yang akuntabel dan transparan.
Lembaga pengadilan harus jauh dari kesan intimidatif agar rakyat dapat secara leluasa mencari dan mengupayakan keadilan bagi mereka.
“Pengamanan pengadilan oleh TNI justru dapat mengubah proses hukum menjadi pengalaman yang menakutkan bagi pihak-pihak yang sedang berperkara, Kami memandang bahwa penegakan hukum dan keamanan pengadilan adalah tanggung jawab pemerintah dan aparat penegak hukum yang secara eksklusif harus dilakukan oleh lembaga yang sudah memiliki tugas dan wewenang di bidangnya, seperti satuan pengamanan khusus dan kepolisian,” kata dia.
“Pengamanan pengadilan oleh TNI harus dihindari untuk memastikan tegaknya prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia selama proses penegakan hukum,” tambah dia.
Imparsial menegaskan, pengamanan pengadilan oleh TNI tidaklah termasuk tugas pokok dan fungsi TNI sebagaimana telah diatur secara jelas dalam pasal 6 dan 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Jika pengamanan pengadilan oleh TNI dijalankan dalam rangka tugas pokok terkait operasi militer selain perang, seharusnya hal tersebut didasarkan pada keputusan politik negara (Pasal 7 ayat 3 UU TNI), bukan keputusan MA.
Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR (Penjelasan Pasal 5 UU TNI). Dengan demikian, wacana MA untuk melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan pengadilan di seluruh Indonesia bertentangan dengan UU TNI dan mengganggu profesionalitas TNI karena menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas sipil di luar tugas pokok dan fungsinya.
Atas dasar hal itu, Imparsial, kata Gufron dengan tegas menolak rencana Mahkamah Agung Republik Indonesia yang akan menggunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pengamanan pengadilan di seluruh Indonesia, dan mendesak:
1. Mahkamah Agung (MA) membatalkan rencana pengamanan pengadilan oleh TNI untuk seluruh pengadilan di Indonesia.
2. Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan langkah efektif guna perbaikan internal dan independensi untuk seluruh pengadilan di Indonesia.
3. Panglima TNI untuk menolak penempatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan untuk pengadilan di seluruh Indonesia.