Direktur Bantah PT Toba Sejahtera Milik Luhut Binsar Bermain Tambang di Papua
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Direktur PT Toba Sejahtera, Hedi Melisa membantah perusahaan tempatnya bekerja terlibat bermain tambang di Papua. Seperti diketahui, PT Toba Sejahtera, mayoritas sahamnya diimiliki oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Hal itu ditegaskan Hedi saat hadir menjadi saksi dalam sidang kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Senin, 3 Juli 2023. Duduk sebagai terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) lebih dulu bertanya ke Hedi apakah dirinya pernah menonton video podcast di YouTube Haris Azhar yang berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jendral BIN Juga Ada!!NgeHAMtam'.
"Saya pernah melihatnya (video podcast Haris Azhar) Yang Mulia," kata Hedi.
"Apa saja yang dibicarakan dalam podcast tersebut?," tanya Jaksa.
"Yang saya fokuskan adalah penyebutan Toba Sejahtera memiliki tambang di Papua," jawab Hedi.
Jaksa lantas bertanya, apakah PT Toba Sejahtera yang menaungi Hedi terlibat dalam urusan pertambangan atau perusahaan tambang. Saat itu, Hedi dengan tegas menjawab bahwa PT Toba Sejahtera tidak memiliki kaitan dengan urusan tambang.
"Saudara mengatakan, itu ada atau tidak Toba Sejahtera memiliki tambang?" tanya Jaksa.
"Tidak, tidak memiliki Yang Mulia," jawab Hedi.
"Sampai dengan podcast itu disiarkan, apakah ada fakta yang saudara sampaikan tadi? PT Toba Sejahtera tidak memiliki tambang?," tanya Jaksa lagi.
"Tidak, Toba Sejahtera maupun anak perusahaannya tidak pernah memiliki tambang di Papua maupun memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan di Papua Yang Mulia," ucap Hedi.
Seperti diketahui, tuduhan keterlibatan perusahaan Luhut Binsar Pandjaitan yakni PT Toba Sejahtera dalam bisnis tambang di Intan Jaya berawal dari beredarnya dokumen siaran pers tanggal 12 Oktober 2016 yang menyampaikan pemberitaan adanya kerja sama West Wits Mining dengan Tobacom Del Mandiri untuk proyek Derewo Gold River di Papua.
Tobacom memberikan sertifikat untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) Derewo dan izin kehutanan, serta mengelola akses dan keamanan lokasi. Tobacom yang direkturnya adalah purnawirawan TNI Paulus Prananto, disebut merupakan bagian dari grup perusahaan PT Toba Sejahtera yang dimiliki Luhut.
"..yang kemudian saya jelaskan tadi, dan sudah dibantah oleh Bu Nana bahwa itu (Tobacom Del Mandiri) bukan bagian dari kita," kata Luhut.
Dia menegaskan surat bantahan itu dikirimkan ke West Wits Mining dan PT Madinah Qurrata'ain, anak perusahaan West Wits Mining pemilik konsesi tambang di Intan Jaya, pada sekitar tahun 2017-2018.
Toba Sejahtra meminta agar namanya dibersihkan dari daftar kerja sama itu. Perusahaan milik Luhut mengklaim tidak mau dikaitkan apalagi dilibatkan dengan bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. "Kita tidak pernah minta jadi bagian itu," tegasnya.
Sengaja Seret Toba Sejahtra
Luhut berdalih tidak tahu-menahu soal proyek Derewo Gold River di Papua. 'Gunung emas' yang dikenal Blok Wabu diketahui menyimpan potensi sumber daya emas sebesar 8,1 troy ounce atau setara Rp 207 triliun.
Blok tambang yang berada di Kabupaten Intan Jaya itu sebelumnya dimiliki Freeport Indonesia. Sejak 2018, tambang emas Blok Wabu itu dikembalikan ke negara dan konon tambang emas itu ingin digarap perusahaan Luhut.
"Saya dengar laporan macam-macam, tapi oleh Ibu Nana dan Hedi, legal kami, itu sudah diketahui, makanya mereka nulis surat 2017-2018 membersihkan itu semua. Kami ndak mau, bahwa ada orang yang ngaku-ngaku saya ndak tahu, pokoknya intinya kami ndak mau ada itu, itu sejak 2017," ujar Luhut membantah.
"Karena perintah saya tidak ada Toba Sejahtra berbisnis di pemerintah, sejak saya masuk di pemerintahan," tegasnya mengulang bahwa perintah itu sudah dia sampaikan sejak tahun 2015.
Haris Azhar dan Fatia Didakwa Cemarkan Nama Baik Luhut
Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 3 April 2023.
Haris Azhar ingin mengangkat isu tentang kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktek bisnis tambang di Blok Wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM termasuk adanya benturan kepentingan sejumlah pejabat publik dalam praktek bisnis di Blok Wabu yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
"Setelah terdakwa Haris Azhar memperoleh hasil kajian cepat, terdakwa melihat nama saksi Luhut Binsar Pandjaitan yang memiliki popularitas, sehingga timbul niat terdakwa mengangkat topik mengenai saksi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi isu utama dalam akun YouTube Haris Azhar," ucapnya.
"Dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik saksi Luhut Binsar Pandjaitan," sambung Jaksa.
Sementara itu, Jaksa menilai terdakwa Fatia mengetahui niat saksi Haris Azhar yang ingin mencemarkan nama baik saksi Luhut Binsar Pandjaitan. Fatia dalam video tersebut juga menyebut Luhut sebagai pemilik saham Toba Sejahtera Group.
"Terdakwa Fatia Maulidiyanty, 'Nah kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita'," ucap Jaksa menirukan omongan Fatia.
"Siapa?" kata Jaksa lagi menirukan suara Haris Azhar.
"Namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan," kata Jaksa menirukan ucapan Fatia.
"LBP the Lord. The Lord," kata Jaksa menirukan suara Haris Azhar.
"Lord Luhut. Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini," ucap Jaksa menirukan omongan Fatia lagi.
Dalam kasus ini, terdakwa Haris Azhar dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.