Satu Hakim MK Ingin Pemilu 2029 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka Terbatas

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup. Dengan begitu, Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.

Namun, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari salah satu hakim MK yakni Arief Hidayat. Dia mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas diterapkan pada Pemilu 2029 mendatang.

Hal tersebut diungkapkan Hakim Arief Hidayat dalam sidang pleno pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022 soal uji materi sistem pemilu.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Photo :
  • Tangkapan layar YouTube MKRI

"Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah dimulai tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029," kata Hakim Arief di ruang sidang, Kamis, 15 Juni 2023.

"Menimbang dari keseluruhan uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian," katanya.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan untuk menerapkan sistem proporsional terbuka pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Hal tersebut berdasarkan sidang pleno pembacaan putusan perkara di Mahkamah Konstitusi.

"Menolak permohonan provisi para pemohon, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman di Gedung MK, Kamis, 15 Juni 2023.

Atas putusan tersebut, Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsional terbuka atau sistem coblos calon legislatif (caleg).

Diketahui, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam pemohon yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto , dan Nono Marijono.

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Mereka adalah Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera.

Sidang pleno dihadiri hakim konstitusi Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara itu, hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak terlihat di dalam ruang sidang. 

"Hakim Wahiduddin sedang ada tugas MK ke luar negeri, berangkat tadi malam," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono.

Hanya ada satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Para pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.

Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.