LPA Mataram Ungkap Ada Kasus Santriwati Lesbian Terjadi di Lombok

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi.
Sumber :
  • VIVA/Satria Zulfikar.

Mataram – Belum selesai kasus kekerasan seksual oknum pimpinan pondok pesantren kepada santri, kini kasus santriwati lesbian terjadi di sebuah pondok pesantren di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Praktik hubungan sejenis oknum santri di Mataram menjadi sorotan tajam. Peran Kementerian Agama (Kemenag) dalam menekan upaya kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren juga dipertanyakan.

“Selain kasus kekerasan seksual di pondok, ternyata ada fenomena lain seperti ini (lesbian). Maka ada peran Kemenag dalam proses pengawasan dan pembinaan harus betul-betul optimal, tidak asal-asalan,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, Rabu, 7 Juni 2023.

Ilustrasi

Photo :
  • 447863

Joko berharap Kemenag dapat proaktif membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. “Sekarang belum ada sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pondok,” ujarnya.

Joko menilai Kemenag di NTB masih gagap dalam membangun sistem pencegahan tersebut, serta sistem penanganan saat terjadi kasus kekerasan seksual.

“Membangun sistem dan memformulasi bagaimana sistem untuk pencegahan dan bagaimana penanganan kalau terjadi kasus. Ini kan (Kemenag) tidak siap dan gagap karena belum memiliki sistem yang dibangun,” ujarnya.

Joko Jumadi tidak memungkiri kasus kekerasan seksual menjadi fenomena di Indonesia saat ini. Dulunya pernah dicanangkan pondok pesantren ramah anak, namun itu belum membumi di Indonesia.

Dia juga menyoroti sistem pengawasan akan dibangun oleh Kemenag Lombok Timur, namun hanya melibatkan organisasi pondok pesantren saja. Tidak terbuka dalam mencari solusi bersama.

“Kalau kembali ke situ tetap saja tertutup. Hanya di internal mereka. Kemungkinan saling menutup terjadi,” katanya.

Dia mengatakan dulunya NTB tengah menggodok Perda tentang pondok pesantren, namun kabar tersebut sejauh ini belum terdengar kelanjutannya. Joko mengatakan kebijakan pencegahan kekerasan seksual ada dua alternatif. Bisa diturunkan melalui regulasi oleh pemerintah daerah atau Kemenag sendiri.

“Sekarang yang menjadi pertanyaan langkah untuk mendorong itu sejauh mana? Peran Pemda dan Kemenag sejauh mana?” katanya.