Perbedaan Pandangan soal Penetapan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia
- ANTARA FOTO/Feny Selly
VIVA Nasional – Perbedaan pandangan mengenai penentuan masuknya bulan Syawal atau Hari Raya Idul Fitri sudah menjadi maklum di kalangan umat Islam Indonesia. Diketahui ada dua pandangan mengenai pendapat awal bulan tersebut.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Tulungagung, Husnul Haq mengatakan bahwa, dua pandangan tersebut yakni berdasarkan rukyatul hilal (pengamatan bulan) dan metode hisab (perhitungan).
“Rukyatul hilal ini dikeluarkan oleh mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali. Metode hisab dikeluarkan oleh sebagian ulama, seperti Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah dan Muhammad bin Muqatil,” kata dia dilansir dari laman Nahdlatul Ulama, Selasa 18 April 2023.
Rukyatul Hilal
Dalam penerapan rukyatul hilal para ulama berpegang pada firman Allah SWT dalam Alquran Surat al-Baqarah ayat 185 yang artinya “Siapa di antara kalian menyaksikan bulan, maka hendaklah ia berpuasa”
Selain itu, kata Husnul, para ulama juga mendasari pandangan mereka pada hadis Rasulullah SAW berikut “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari." (HR. Bukhari, hadis no. 1776).
Dia lantas memaparkan pandangannya berdasarkan buku Rawa Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (1980) bahwa ayat dan hadis di atas berbicara soal kewajiban puasa dengan melihat hilal. Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Syaban menjadi tiga puluh hari.
Metode Hisab
Adapun metode hisab, Husnul memaparkan bahwa pandangan ini berpedoman pada Alquran surat Yunus Ayat 5 yang artinya “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu)."
Husnul mengatakan para ulama juga mendasari pandangan mereka pada hadis Rasulullah berikut: “Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah,”
“Artinya, Allah mensyariatkan kepada manusia agar menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah. Sementara poin utama dari hadis di atas adalah kata 'Faqdurû lah'. Menurut mereka, arti kata tersebut adalah perkirakanlah dengan menggunakan hitungan (hisab).” Pungkasnya.