Ada Kejanggalan Dalam Rapimnas, Ketua DMI Jateng: Usulan 23 PW Tak Direspons Pusat

Ketua PW DMI Jawa Tengah, Ahmad Rofiq.
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Nasional – Rapimnas DMI yang menghasilkan putusan penundaan Muktamar ke VIII terasa janggal oleh berbagai pihak, tak terkecuali oleh Ketua PW Jawa Tengah, Ahmad Rofiq. Lebih lanjut, Rofiq menjelaskan bahwa tidak ada transparansi dari PP DMI mengenai alasan penundaan Muktamar menjadi setelah Pilpres, setelah sebelumnya sudah disepakati akan digelar pada Juli - November 2023 dalam Rakernas 2021 lalu.

"Adanya klausul bahwa Muktamar bisa diselenggarakan satu tahun setelah masa jabatan, Menurut saya ini satu-satunya yang aneh karena dimana-mana yang namanya masa jabatan habis itu ya pemilihan pengurus sudah harus dilakukan terlebih dahulu," kata Rofiq dalam keterangan yang diterima, Selasa, 21 Maret 2023.

"Sehingga waktu itu, kami dari Jawa Tengah mengusulkan normatif saja. Normatifnya kapan? Bulan Juli tahun 2023. Itu cakupan waktu yang sudah direkomendasikan Rakernas 2021. Tapi anehnya dari Rapimnas kemarin, memutuskan ini dilaksanakan tahun 2024 setelah Pemilu," ujarnya.

Dewan Masjid Indonesia menyelenggarakan Rapimnas III di Jakarta

Photo :
  • Dok. Istimewa

Selain itu, Rofiq menjelaskan bahwa kekosongan status kepengurusan berdampak kepada terhambatnya kerjasama DMI di wilayah dengan mitra organisasi. Rofiq juga meminta Pengurus Pusat DMI agar mengikuti aturan main yang lazim. 

"Sementara kami yang di daerah, kalau ada pimpinan daerah yang sudah habis masa jabatannya malah saya minta supaya segera melakukan musyawarah daerah tahun ini. Kemudian, siapapun nanti yang menjadi pengurus di pusat atau wilayah itukan tergantung kesepakatan mereka yang adil punya suara. Jadi ini bukan soal siapa-siapanya, tapi soal bagaimana organisasi itu. Ya dijaga sesuai dengan aturan main yang lazim," lanjutnya.

Dirinya juga heran mengapa penundaan Muktamar didasarkan atas alasan Covid-19, padahal organisasi masyakarat lain sudah melakukan Muktamar dan regenerasi sebelumnya. 

"Alasan pengurus pusat itu sendiri karena Covid-19. Ini juga di Ormas lain menjalani hal yang sama. Tapi kemudian sudah dilaksanakan pada saat Covid belum selesai, Covid sudah selesaikan seharusnya taat pada rekomendasi Rakernas dan AD/ART maksimal satu tahun," jawabnya.

Pihaknya juga menganggap Rapimnas DMI diselenggarakan dengan tidak demokratis dan tidak aspiratif, karena tidak membuka ruang bagi PW untuk menyampaikan aspirasinya. Sementara itu rekomendasi tertulis yang ditandatangani 23 Perwakilan PW DMI tidak sama sekali direspon PP DMI.

"Kemarin itu (Rapimnas) sepertinya didesainnya top down meskipun pimpinan wilayah memang diundang. Tetapi ada usulan tertulis dari 23 pimpinan wilayah, sudah disampaikan tetapi tidak direspon. Tentu saja bahwa kita tidak punya ruang yang cukup untuk bisa menyampaikan. Tetapi secara tertulis sudah disampaikan, seharusnya itu direspon," tegasnya.

"23 rekomendasi dari PW tidak ikut didiskusikan. Karena yang dibacakan itu rancangan bahwa muktamar diselenggarakan. Tadinnya itu 'dapat' dilaksanakan setelah pemilu. Tetapi waktu itu ada usul supaya kata 'dapat' dihapus jadi setelah pemilu yaitu, November 2024. Seharusnya dimaksimal itu November 2023, itupun sudah tidak lazim. Satu Covid sudah selesai, satu lagi setelah pemilu," pungkasnya.