Ombudsman Sebut Bappebti Lakukan Maladministrasi Izin Usaha Bursa Berjangka

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA Nasional – Ombudsman RI menyatakan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terbukti melakukan maladministrasi dalam proses permohonan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB) dalam hal ini izin usaha bursa kripto PT Digital Future Exchange atau DFX

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 20 Maret 2023 menyampaikan, perihal itu termuat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang telah disampaikan secara langsung kepada Kepala Bappebti pada 17 Maret 2023 lalu.

Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI)

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terkait, Ombudsman menemukan tiga bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh Bappebti dalam proses perizinan bursa berjangka, yang meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, serta penyalahgunaan wewenang.

Yeka melanjutkan Ombudsman melakukan proses pembuktian dengan permintaan dokumen, keterangan dan investigasi. “Dari alat bukti yang ada, maka ada temuan Ombudsman. Temuan ini kemudian disandingkan dengan regulasi yang ada, hingga menghasilkan pendapat Ombudsman,” ujar Yeka.

Hendra Fatika mengatakan, dalam hal ini pihak Ombudsman kemudian melakukan pemeriksaan dengan berbagai kementerian dan lembaga yang ada, dan memberikan 6 pendapat terkait kasus dugaan maladministrasi izin usaha bursa kripto terhadap PT DFX.

Ombudsman RI berpendapat bahwa PT DFX dalam hal ini selesai mengikuti seluruh rangkaian proses pemenuhan persyaratan berdasarkan berkas yang telah disampaikan Bappebti ke PT DFX dan Ombudsman.

"Kami memeriksa semua dokumen yang tebalnya luar biasa, kami sudah mencocokkan pernyataan-pernyataan, mengkonfirmasi, kami juga melihat berbagai regulasi terkait. Maka kami menyimpulkan bahwa PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan PT DFX sebagai bursa berjangka komoditi," ujar Yeka dalam keterangan pers yang disampaikan di kantor Ombudsman Jakarta Selatan, Senin 20 Maret 2023.

Kemudian Yeka menjelaskan dalam memenuhi persyaratan izin usaha bursa berjangka, PT DFX hingga kini telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan perundang-undangan perizinan izin usaha bursa yang ditetapkan Pemerintah.

Yeka mengatakan dalam hal ini Ombudsman RI melihat adanya penundaan yang berkepanjangan dalam pemberian proses perizinan.

"Berlarutnya proses izin usaha berjangka yang diajukan oleh PT DFX menjadi bukti lambannya layanan birokrasi, padahal di dalam regulasi sudah ada, service levelnya sudah jelas, yang dilaksanakan oleh Bappebti selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dalam perizinan bursa berjangka. Sehingga menimbulkan kerugian baik secara materil maupun immateril bagi pelaku," ujarnya.

Yeka menjelaskan sejak awal PT DFX mengajukan izin usaha, telah memakan waktu lebih dari 582 hari kerja atau lebih dari 2 tahun. Pihak pelapor hingga kini telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 19 miliar sejak awal pengajuan perizinan sejak 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022, namun perizinan itu tidak juga terealisasi.

"Ini hal yang paling jelas adanya maladministrasi karena ada kerugian materil dan imateril yang terdapat di dalamnya," ujarnya.

Kemudian ke empat, Yeka mengatakan pihak Ombudsman melihat terkait transparansi dan akuntabilitas dalam proses permohonan izin usaha bursa berjangka PT DFX. Ombudsman juga menyoroti Bappebti yang tidak transparan dan akuntabel dalam melakukan fit and proper test kepada PT DFX,  dan juga tidak memberikan BAP pemeriksaan fisik PT DFX secara lengkap.

"Pelayanan publik kami yang mengawasi itu agar semuanya transparan, agar pemerintah itu ya harus memenuhi unsur transparansi, akuntabel dan partisipatif," ujarnya.

Ilustrasi representasi mata uang kripto.

Photo :
  • ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic/Ilustrasi

Yeka mengatakan pihak Ombudsman juga melihat adanya penambahan persyaratan izin usaha bursa kepada PT DFX yang berasal dari luar ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Nah ini yang diminta itu bursa berjangka, belum sampai ke kripto, tetapi Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa hak akses viewing dan memberikan persyaratan tambahan kepada PT Digital Future Exchange untuk melakukan situasi perdagangan dengan akun real dan perdagangan dengan sistem ISO 27001," ujarnya.

Ombudsman juga terkait kebutuhan ekosistem bursa kripto dan urgensi kehadiran bursa kripto untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat. Dalam hal ini Yeka mengatakan, pihak pemerintah seharusnya memilih untuk melarang kripto atau mengizinkan adanya bursa kripto sesuai dengan keperluannya.

Dan jika bursa kripto itu dilarang, Ombudsman melihat pemerintah jangan membuat regulasi terkait kripto. "Tapi apabila kripto itu untuk mengatur agar untuk mencegah terjadinya korban, seperti yang saat ini ramai dengan sistem perdagangan alternatif, maka bursa ini merupakan salah satu ekosistem yang harus dibangun dalam rangka mencegah kerugian masyarakat dan negara," ujarnya.

Yeka mengatakan Ombudsman juga telah melakukan cross check kepada Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia serta Kementerian Keuangan yang berkemungkinan perlu adanya sebuah ekosistem bursa kripto.

"Berdasarkan 6 pendapat Ombudsman tadi, menemukan, memastikan bahwa Bappebti melakukan 3 maladministrasi, yaitu berupa penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang," ujarnya.

Namun demikian, Yeka enggan menuturkan kalimat jelas terkait maladministrasi Bappebti. Pihak Ombudsman juga hingga kini masih memberikan kesempatan kepada Bappebti untuk melakukan perbaikan.

"Hal-hal kalimat-kalimat jelasnya terkait maladministrasi mohon maaf tidak bisa saya sampaikan. Saya masih memberikan kesempatan kepada Bappebti untuk fokus kepada tindakan korektif. Namun demikian, ini diturunkan dari 6 pendapat yang tadi saya sampaikan dari tahap awal," ujarnya.