KPK Endus Potensi Korupsi Proyek Jalan Tol Era Jokowi, Ini Sederet Masalahnya

Jalan Tol Solo-Ngawi diresmikan Presiden Jokowi
Sumber :
  • Dusep Malik

VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap potensi korupsi dalam proyek pembangunan jalan tol di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Indikasi potensi korupsi proyek tol di era Jokowi itu ditengarai karena tata kelola yang buruk hingga berpotensi merugikan keuangan negara Rp 4,5 triliun.

Hasil telaah dan investigasi Direktorat Pencegahan KPK, ditemukan titik rawan korupsi dalam proyek pembangunan jalan tol yang dimulai sejak 2016, yang panjangnya mencapai 2.923 Kilometer -- 33 ruas tol, dengan rencana nilai investasi sebesar Rp593,2 Triliun. 

"Dalam tata kelolanya, KPK menemukan adanya titik rawan korupsi," tulis KPK dikutip akun Instagram resminya, Rabu, 8 Maret 2023. 

KPK menjelaskan sejumlah masalah ditemukan dalam tata kelola proyek pembangunan jalan tol di era Jokowi sehingga berpotensi terjadi korupsi. Seperti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol, terjadinya benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajibannya. 

Potensi rawan korupsi proyek jalan tol itu terendus mulai dari proses perencanaan, peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama.

Presiden Jokowi resmikan ruas tol Cibitung-Cilincing dan Serpong-Balaraja

Photo :
  • ANTARA/Desca Lidya Natalia.

"Akibatnya pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi pengadaan tanah," ungkap KPK

Kemudian, proses lelang, KPK menemukan dokumen lelang proyek jalan tol tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan. 

Disamping itu, untuk proses pengawasan, belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Hal ini menyebabkan pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.

KPK juga menemukan potensi benturan kepentingan dalam proyek pembangunan tol. "Investor pembangunan didominasi oleh 61,9 persen kontraktor pembangunan yakni BUMN Karya (pemerintah). Akibatnya terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi," papar KPK.

Selain itu, belum adanya aturan tentang penyerahan pengelola jalan tol lebih lanjut, sehingga mekanisme pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu. 

"Lemahnya pengawasan mengakibatkan sejumlah BUJT tidak membayarkan kewajibannya sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun," ujarnya

Selanjutnya, KPK menyampaikan evaluasi dan rekomendasi kepada Kementerian PUPR untuk memperbaiki tata kelola jalan tol serta menutup titik rawan korupsi. 

Antara lain, menyusun kebijakan perencanaan jalan tol secara lengkap dan menetapkannya melalui Keputusan Menteri PUPR; Menerapkan Detail Engineering Design (DED) sebagai acuan lelang pengusahaan jalan tol. 

Mengevaluasi pemenuhan kewajiban BUJT serta meningkatkan kepatuhan pelaksanaan kedepannya; Mengevaluasi Peraturan Menteri PUPR agar dapat menjaring lebih banyak investor yang berkualitas. 

Menyusul regulasi tentang benturan kepentingan; Menyusun peraturan turunan terkait teknis pengambilalihan konsesi dan pengusahaan jalan tol; Melakukan penagihan dan memastikan pelunasan kewajiban dari BUJT.