Kegeraman Mahfud MD Soal Vonis Sensasional Hakim PN Jakpus yang Tunda Pemilu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD
Sumber :
  • VIVA/Ilham Rahmat

VIVA Nasional – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melawan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintah KPU tidak melaksanakan tahapan Pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari dari putusan tersebit dibuat atau dengan kata lain menunda Pemilu 2024. Mahfud menilai apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim PN Jakpus itu salah.

"PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh Pengadilan Negeri (PN). Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi," kata Mahfud, dalam keterangannya, Kamis 2 Maret 2023.

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Dia meminta KPU untuk banding dan melawan habis-habisan vonis tersebut. "Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," kata Mahfud

Mahfud mengatakan, setidaknya ada 3 alasan mengapa putusan Hakim PN Jakpus itu dianggao salah dan harus dilawan. Pertama, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. 

"Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu. Tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN. Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," kata Mahfud

Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menanganinya. 

"Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," ujarnya

Alasan kedua, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri. 

Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia. 

"Misalnya di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," kata Mahfud.

Ilustrasi surat suara di pemilu

Photo :
  • vstory

Alasan ketiga, menurut Mahfud, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. "Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," ujarnya

Mahfud menambahkan, "Kita harus melawan secara hukum vonis ini, ini soal mudah. Tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," ujarnya.