Kapal Pengangkut 1.900 Ton Aspal Karam, Cemari Laut di Nias Utara
- Istimewa via B.S Putra.
VIVA Nasional – Kapal tanker pengangkut 1.900 ton aspal pecah lambung di perairan Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara, Sabtu 11 Februari 2023. Kapal berada 300 meter persis pantai, mengakibatkan laut jadi tercemar aspal itu.
“Aspal sudah mencemari (dengan luas) sekitar 70 Kilometer,” jelas Kepala Bidang Teknologi Komunikasi dan Informatika Dinas Kominfo Kabupaten Nias Utara, Syukur Zebua, kepada wartawan, Rabu, 22 Februari 2023.
Aspal terbawa ombak air laut hingga ke bibir pantai Desa Faekhuna'a Kecamatan Afulu, Kabupaten Nias Utara. Kapal sudah beberapa hari tidak berlayar itu, kemudian dilaporkan ke Pemerintah Kabupaten Nias Utara dan TNI AL setempat.
Setelah dilakukan pengecekan, kapal tersebut karam dan dilaporkan sudah tenggelam. Untuk diketuai, Kapal itu diketahui bernama MT AASHI.
"Kapal ini berbendera Gabon. Kapal yang memiliki panjang 101,9 meter dan lebar 16 meter itu, saat ini dilaporkan sudah tenggelam sebagian badannya," sebut Syukur.
Berdasarkan laporan MT AASHI sudah berlayar dari Uni Emirat Arab sejak 19 Januari 2023 lalu. Rencananya, kapal akan bersandar ke Padang dan Sibolga untuk membongkar muatan aspal.
“ABK-nya ada 20 orang. Sudah kita evakuasi dan ditempatkan di balai desa,” tutur Syukur.
Dari keterangan ABK, Syukur menjelaskan kapal dengan kondisi lambung sudah bocor. Nakhoda mencoba berlayar memasuki bibir pantai untuk menghindari karam dan keselamatan bagi seluruh awak kapal.
Aspal yang tumpah juga mencemari kawasan konservasi penyu di sana. Jaraknya sekitar 30 KM dari titik kapal yang karam. “Nelayan tidak bisa melaut, biota laut mati,” jelas Syukur.
Kasus karamnya kapal MT AASHI ini sudah dilaporkan ke pemerintah pusat. Pihaknya juga belum mendapat jawaban dari agen kapal soal pertanggungjawaban pencemaran.
“Sampai hari ini belum ada tindakan. Makanya kita dorong ini. Kalau dipaksa Pemda kan kami tidak punya kemampuan untuk itu. Apalagi konsekuensinya, pemilik kapal bukan dari Indonesia,” kata Syukur.
Terpisah, Ketua Yayasan Menjaga Pantai Barat (Yamantab), Damai Mendrofa menyampaikan kritik keras. Dia menilai kelambanan pemerintah pusat dalam penanganan kapal berdampak besar kepada ekologi.
“Harusnya pemerintah mengambil langkah cepat. Sehingga bisa meminimalisir pencemaran. Bayangkan, sudah berapa banyak penyu dan biota lainnya yang menjadi korban. Tentunya dampak ekologi ini menjadi bencana bagi kehidupan masyarakat,” sebut Damai.
Kelambanan pemerintah pusat justru terjadi saat isu konservasi laut dan keanekaragaman hayati terus diperjuangkan para pegiat. Lambannya penanganan pencemaran menjadi bukti bahwa pemerintah tidak berpihak pada ekologi perairan laut.
“Ini sungguh-sungguh disayangkan. Di saat kita dan para pegiat gencar melakukan upaya konservasi. Justru penanganan pemerintah sangat lamban,” sebut Damai.