Dewan Pers Beberkan 4 Kategori Medsos yang Bakal Dilindungi

Ilustrasi-Gedung Dewan Pers
Sumber :
  • VIVA.co.id/Istimewa

VIVA Nasional – Perkembangan digitalisasi di Indonesia kini semakin meluas. Berbagai media mainstream kini menggunakan media sosial (medsos) sebagai sumber informasi bagi masyarakat di Indonesia. Pasalnya, masyarakat kini dengan mudahnya meng-akses media sosial seperti TikTok, YouTube, Instagram, Facebook dari ponselnya dimana dan kapan saja.

Hal itu menimbulkan polemik penggunaan medsos untuk menyebarkan berita dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Pasalnya, berita yang disajikan dan diunggah di medsos belum tentu sesuai dengan aslinya, bahkan ada yang tidak berbadan hukum.

Oleh sebab itu, Dewan Pers melakukan diskusi dengan pihak terkait untuk melindungi medsos yang menyebarluaskan informasi dengan akurat serta tepat.

"Dewan Pers melakukan diskusi dengan konstituen untuk merumuskan kira-kira mana dari sosial media yang bisa dilindungi, mana yang tidak," kata Ketua Komisi Hukum dan Perundangan Dewan Pers, M Arif Zulkifli dalam keterangannya secara daring, Selasa 7 Februari 2023.

Arif mengatakan, sebanyak 4 kategori sudah ditetapkan untuk dilindungi oleh Dewan Pers. Kategori pertama, media sosial yang dimiliki media mainstream, atau media yang berbadan hukum pers. Kemudian, kedua, adalah media sosial yang dikelola oleh awak redaksi dari media berbadan hukum pers.

"Ketiga adalah mereka yang membikin media sosial yang isinya adalah kerja-kerja jurnalistik dan mereka ini adalah wartawan, tapi dia tidak ada kaitan dengan media asalnya. Dengan kata lain tidak ada badan hukum," kata Arif.

Ilustrasi media sosial.

Photo :
  • U-Report

Kategori terakhir, lanjut Arif, adalah mereka yang melakukan seolah-olah kerja jurnalistik tapi dia bukan wartawan dan dia tidak menginduk kemanapun.

"Dari 4 kategori ini secara kasat mata di Undang-undang No. 40, kategori 1 dan 2 dilindungi oleh dewan pers, karena dia merujuk pada institusi berbadan hukum pers. Tetapi kategori 3 dan 4 itu tidak termasuk karena dia tidak ada induk badan hukum persnya," ucap Arif.

"Tentu saja dia bisa dilindungi, syaratnya ketika dia mengurus badan hukum pers," sambungnya.

Arif membeberkan alasan mengapa pihaknya memberi perlindungan terhadap medsos yang banyak beredar, hal itu karena banyaknya aduan ke dewan pers terhadap medsosnya, bukan isi dari beritanya.

"Dalam perkembangannya, itu laporan-laporan kepada dewan pers menyangkut pemberitaan dalam beberapa kasus itu yang dilaporkan bukanlah beritanya, tapi media sosialnya. Nah ini mulai muncul persoalan," jelasnya.

Arif mengatakan memiliki badan hukum merupakan kepentingan yang wajib dimiliki oleh seluruh media massa sehingga dapat dipertanggungjawabkan ketika terjadi kesalahan.

"Kenapa badan hukum ini menjadi suatu yang penting, karena dalam Undang-undang No. 40, sebuah media itu tidak boleh anonim. Tidak boleh tidak jelas namanya. Dengan dia menjadi badan hukum, maka namanya itu menjadi penting. Ada nama perusahaannya, ada penanggungjawabnya, ada pengelolanya dan ada kantornya. Jadi kalau ada pertanggungjawaban yang mesti diminta, hukum tuh bisa mencari tahu siapa subjeknya," kata Arif.

Berlandaskan hal tersebut, pihak Arif tidak akan melindungi medsos yang memang tidak jelas sumbernya bahkan dapat membuat pecah belah suatu bangsa.

"Nah ini kemudian dibedakan dengan akun-akun media sosial yang bisa anonim bisa juga tidak. Kita mengenal misalnya di media sosial akun-akun yang sempat bikin hiruk pikuk jagat media sosial tapi sampai sekarang kita gapernah tahu pemiliknya," tutur Arif.