Pengacara Putri Beberkan 11 Asumsi Jaksa dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Febri Diansyah Pengacara Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Tim penasehat hukum Putri Candrawathi telah menemukan 11 asumsi yang dituangkan jaksa dalam tuntutan hingga replik dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal ini disampaikan kuasa hukum Putri Candrawathi saat membacakan duplik di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari 2023. 

Kuasa hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis mulanya dalam dupliknya, menjelaskan bahwa telah meneliti seluruh isi replik dari jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam hal itu, Arman mengatakan bahwa replik yang diisi 28 halaman dan 6.742 kata itu tidak ditemukan adanya bantahan yang didasarkan pada alat bukti yang valid dan argumentasi hukum yang kokoh dari penuntut umum.

Kemudian, kuasa hukum Putri Candrawathi yang lainnya, Febri Diansyah menjelaskan bahwa ada 11 asumsi yang ditemukan telah digunakan oleh jaksa untuk membikin tuntutan hingga repliknya.

Adapun yang pertama yakni, asumsi jaksa penuntut umum yang menyatakan kekerasan seksual tidak teriadi pada terdakwa, meskipun fakta di persidangan mengungkapkan Terdakwa benar-benar mengalami kekerasan seksual dan hal tersebut didukung dengan 4 jenis alat bukti yang terungkap di muka persidangan dan berkesesuaian satu dengan lainnya. 

“Kedua, asumsi penuntut umum yang hanya didasarkan pada penggalan satu keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berdiri sendiri dan tidak bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya,” ucap Febri di ruang sidang.

Kemudian, ketiga yakni asumsi jaksa yang menyatakan penasihat hukum ikut berkontribusi mempertahankan kebohongan yang dibangun oleh terdakwa. “Faktanya tidak ada satupun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut,” bebernya.

Adapun asumsi jaksa yang keempat yakni, menyatakan telah menggunakan semua alat bukti yang dikemukakan di persidangan dengan konsisten dan tidak berubah. Namun Febri menyebut alat bukti itu tidak sesusai dengan fakta yang ada di persidangan. 

Kelima, asumsi penuntut umum yang menyatakan keterangan saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf tidak dapat diakui kebenarannya karena mengandung ketidakjujuran. 

“Faktanya tidak ada satupun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut, dan dalam bagian lain, penuntut umum justru mash menggunakan keterangan dua saki tersebut,” tutur Febri.

Keenam, asumsi jaksa yang menilai bahwa Tim Penasihat Hukum Ferdy Sambo dan Tim Penasihat Hukum Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf adalah Tim Penasihat Hukum yang sama dan mempunyai satu pemikiran yang sama sehingga tidak dapat diakui kebenarannya.

“Asumsi itu adalah dalil yang emosional yang pada faktanya keliru,” ujar Febri.

Selanjutnya, asumsi ketujuh, Febri menyebut asumsi jaksa itu menyatakan tindakan Putri Candrawathi ketika menelpon Ferdy Sambo merupakan bentuk persamaan kehendak untuk berencana merampas nyawa Korban tidak didasarkan alat bukti yang sah.

“Kedelepan, asumsi yang menyatakan bahwa pakaian yang dikenakan oleh terdakwa saat meninggalkan kediaman Duren Tiga 46, merupakan pakaian yang tidak pantas dan merupakan bagian dari skenario, adalah dalil yang tidak berdasar, berlandaskan pola pikir seksis, diskriminatif, dan cenderung mendiskreditkan seorang perempuan,” ucap Febri.

Kesembilan, Febri mengatakan asumsi jaksa yang menyatakan naiknya saksi Kuat Ma'ruf dan Terdakwa ke lantai 3 kediaman rumah Saguling selama kurang dari 3 menit bertujuan untuk bertemu dengan Ferdy Sambo tidak logis dan tidak didukung dengan alat bukti.

Kesepuluh, ia menyebut asumsi penuntut umum yang menyatakan tindakan Putri Candrawathi ke kediaman Duren Tiga 46 untuk melakukan isolasi mandiri merupakan bentuk peran Putri menggiring Korban ke tempat eksekusi tidak berdasar dan tidak didukung dengan alat bukti.

“Terakhir, asumsi penuntut umum yang menyatakan keterangan saksi, ahli, dan terdakwa Putri Candrawathu saling bersesuaian terkait rangkaian peristiwa merupakan asumsi yang tidak berdasar dan tidak didukung fakta sidang sesungguhnya,” kata Febri.

Replik Jaksa Untuk Putri Candrawathi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai tim penasihat hukum Putri Candrawathi terlalu memaksakan keinginan untuk memasukkan motif pelecehan seksual atau pemerkosaan di dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hal itu diungkap Jaksa saat membacakan tanggapannya melalui replik atas nota pembelaan yang disampaikan tim penasihat hukum Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 30 Januari 2023.

"Pledoi tim kuasa hukum Putri Candrawathi keliru atau tidak benar, terlihat dari tim penasihat Putri Candrawathi yang terkesan memaksakan keinginannya agar penuntut umum menyelami pembuktian motif dalam perkara ini. Sehingga benar-benar terbangun perbuatan pelecehan atau pemerkosaan," ujar Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 30 Januari 2023.

Meskipun, kata Jaksa tidak ada satupun bukti hingga saat ini yang dapat ditunjukkan tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi untuk menunjukkan kliennya merupakan korban pemerkosaan.

"Sementara, sepanjang persidangan ini tidak terdapat satupun bukti yang menunjukkan bahwa terdakwa Putri Candrawathi dilecehkan atau diperkosa," sambungnya. 

Menurut Jaksa, tim penasihat hukum Putri Candrawathi harus menyiapkan bukti-bukti yang valid sejak awal jika ingin menghendaki adanya motif pelecehan atau pemerkosaan di balik tewasnya Brigadir Yosua. 

"Akan tetapi, penasihat hukum yang merasa paling hebat dengan menunjukkan kehebatannya ini tidak mampu memperlihatkan bukti-bukti tersebut. Tim penasihat hukum hanya bermain akal pikirannya agar mencari simpatik masyarakat," tandas Jaksa.