Komjen Agus Bongkar Alasan Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop Dibuka Lagi

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto
Sumber :
  • ANTARA

VIVA Nasional – Kasus dugaan pemerkosaan yang dialami pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) berinisial MD (27) kembali diproses. Hal ini dikarenakan pelaku telah mengingkari kesepakatan yang dibuat sebelumnya.

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan kasus dugaan pemerkosaan itu kembali diproses berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD bersama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta pihak terkait lainnya.

"Berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin Menkopolhukam yang melibatkan kementerian, lembaga sampai LPSK sudah memutuskan untuk membuka perkara kembali," ujar Agus saat dikonfirmasi wartawan, Jumat, 20 Januari 2023.

"Karena pelaku mengingkari kesepakatan," sambungnya.

Agus menjelaskan, gelar penetapan sidik lanjutan perkara tersebut akan dilakukan Brio Pengawas Penyidikan Polda Jawa Barat. Namun, jika kasus itu tidak berjalan, maka akan dilimpahkan ke Bareskrim Polri.

"Karo Wassidik akan mengecek dan mengambil langkah. Kalau enggak jalan juga, kita tarik ke Bareskrim untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," tandas Jenderal bintang tiga tersebut.

Ilustrasi pemerkosaan

Photo :
  • Tim tvOne - Jasa

Untuk diketahui, kasus dugaan kekerasan seksual itu dilakukan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN pada akhir tahun 2019. Korbannya ialah pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.

Kasus tersebut sempat diproses di Polresta Bogor, tetapi dihentikan dengan alasan korban sepakat damai. Selain itu, kasus dihentikan setelah korban dan pelaku ZP menikah pada Maret 2020.

Namun, usut punya usut, korban menyebut usulan pernikahan datang dari pihak kepolisian dan tidak tahu kasus dugaan kekerasan ini telah dihentikan. Selain itu, kasus juga ditentukan setelah penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). 

Berjalannya waktu, tiga tersangka kasus kekerasan seksual tersebut melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bogor. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor pun menerima gugatan dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka kasus kekerasan seksual pegawai perempuan Kemenkop UKM.

Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penanganan Pengadilan (SIPP) Negeri Kota Bogor dengan Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Bgr dan putusannya ditetapkan pada Kamis 12 Januari. Dengan putusan tersebut, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta perkara kekerasan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) diproses lagi sesuai laporan korban.

"Kami berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) akan terus mendorong bahwa perkara ini dilanjutkan untuk diproses kembali sesuai dengan laporan korban," kata Mahfud dalam video keterangan pers yang dirilis pada Rabu malam.

Mahfud mengawali pernyataannya dengan menyampaikan bahwa Rakor Kemenkopolhukam menghormati vonis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor yang menerima gugatan terhadap pencabutan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) oleh Polresta Bogor yang diajukan tiga dari empat tersangka pelaku kekerasan seksual.

"Rakor tadi menyatakan menghormati vonis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bogor atas gugatan praperadilan dari tersangka pelaku bahwa SP3 yang pernah dicabut untuk mereka dinyatakan sah oleh hakim sehingga pencabutan yang dilakukan Polresta Bogor itu dianggap tidak sah, sedangkan yang sah adalah pengeluaran SP3-nya," kata Mahfud.

Kendati demikian, Kemenkopolhukam berdasarkan hasil rakor tetap mendorong kelanjutan pemrosesan perkara kekerasan seksual yang disangkakan dengan Pasal 286 KUHP terhadap empat orang tersangka tersebut.

"Kami paham bahwa praperadilan belum memutus pokok perkara, belum memutus substansi perkara sehingga jika proses ini dilanjutkan kembali maka tidak dapat dikatakan 'Ne Bis In Idem'," katanya.

Menurut Mahfud, perkara tersebut tidak bisa dikatakan "Ne Bis In Idem" karena pokok perkara tersebut, yakni kejahatan seksual sesuai dengan Pasal 286 KUHP belum pernah disidangkan.