Pakar Hukum: OJK Jadi Penyidik Tunggal Berpotensi Timbulkan Penyalahgunaan

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sumber :
  • VIVA/Andry Daud

VIVA Nasional –  Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho mengatakan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dijadikan sebagai penyidik tunggal dalam menangani tindak pidana di sektor jasa keuangan tidak tepat. Menurut dia, lembaga penegak hukum lain harus diberi kewenangan serupa karena uang yang diawasi milik publik dan negara.

“Ini tidak memberikan keterbukaan. Lembaga lain punya kewenangan dong, uang punya negara, tidak hanya OJK. Jaid kurang tepat kalau hanya OJK,” kata Prof Hibnu saat dihubungi wartawan pada Selasa, 17 Januari 2023.

Kewenangan OJK sebagai penyidik tunggal, kata dia, seperti yang termaktub dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) ini berbenturan dengan peraturan perundang-undangan lain.

“Dilihat dari struktur atau sistem, kelihatannya benturan dengan undang-undang lain. Dalam UU (KUHAP), penyidik tunggal Polri, di luar itu ada PPNS tertentu. Semua lembaga boleh melakukan penyidikan tapi di bawah pengawasan korwas Polri, itu harus ditegaskan,” ujarnya.

Selain itu, Hibnu menilai kewenangan baru bagi OJK ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan. Sebab, mulai dari pengawasan hingga penyidikan sektor keuangan hanya dilakukan oleh OJK.

“Berpotensi penyalahgunaan. OJK milik publik, masa polisi enggak bisa. Kalau uang OJK, silakan. Itu uang negara harus ada keterbukaan. Jangan sampai negara dalam negara, penyidik dalam penyidik,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar angkat bicara soal kewenangan tunggal OJK dalam melakukan penyidikan tindak pidana di sektor keuangan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Tentu, kata dia, OJK akan menjalankan aturan yang telah ditetapkan.

“Kami tentu putusan-putusan undang-undang akan kami laksanakan,” kata Mahendra di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 12 Januari 2023.

Menurut dia, internal OJK akan terus diperkuat setelah keluarnya Undang-Undang PPSK. Tentu, lanjut dia, OJK akan berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait penyidikan kasus tindak pidana di sektor jasa keuangan.

“Untuk itu ya dalam perkuatan terus ya. Ini kan memang apa yang ada sekarang harus diperkuat, dan koordinasi yang baik dengan Polri juga harus terus ditingkatkan dan dibangun,” jelas dia.

Selain itu, Mahendra menyebut OJK akan melakukan koordinasi dengan penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang yakni kepolisian, PPNS tertentu.

“Dalam UU itu penyidik adalah kepolisian, PPNS, dan tertentu. Yang dimaknai dari OJK, itu satu kesatuan lalu koordinasinya dilakukan di OJK-nya oleh pihak yang ditetapkan nanti di dalam undang-undangnya,” ujarnya.

Namun, ia belum bisa berkomentar lebih jauh terkait melakukan revisi UU PPSK. Sebab, Mahendra mengaku belum melihat konsep finalnya. “Jadi saya enggak bisa bilang revisi atau tidak. Tapi saya tidak antisipasi itu,” ucapnya.

Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Hal itu tercantum dalam Pasal 49 Ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan. "Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan," demikian bunyi Pasal 49 Ayat (5).

Pada Pasal 49 Ayat (1) disebutkan, penyidik OJK terdiri atas pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil dan pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.