Cerita Ferdy Sambo soal Adzan Romer Diancam Mau Dijadikan Tersangka

Ferdy Sambo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo sempat membantah terkait keterangan saksi yang mengatakan bahwa dirinya terlihat menggunakan sarung tangan warna hitam dan senjata jenis HS 19 terjatuh sebelum eksekusi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Kejadian itu terjadi ketika Sambo pertama kali datang ke rumah dinas, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kala itu, Sambo hendak menghadiri undangan bermain bulu tangkis oleh mantan Kapolri Jenderal (purn) Idham Azis.

Ferdy Sambo, Jalani Pemeriksaan Sebagai Terdakwa

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Setibanya di rumah dinas, Sambo yang turun dari mobil Lexus berwarna hitam tetiba senjata miliknya terjatuh. Saat hendak ditolong oleh Adzan Romer, namun Sambo cekatan dengan berhasil mengambil senjata yang jatuh tersebut.

Momen tersebutlah yang membikin ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso untuk memastikan senjata yang jatuh tersebut. Pasalnya, dalam sidang sebelumnya, saksi Adzan Romer menyebutkna bahwa senjata tersebut yakni HS 19. Namun, Sambo menyebutkan bahwa senjata tersebut adalah Combat Wilson.

"Di persidangan kemarin dia (romer) menerangkan senjata jenis HS warna hitam, tapi saudara tadi mengatakan jenis com?," ujar hakim Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 10 Januari 2023.

"Combat Wilson yang mulia," kata Sambo.

Ferdy Sambo, Jalani Pemeriksaan Sebagai Terdakwa

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sambo pun menjelaskan bahwa terdapat sebuah hal yang tidak tersampaikan dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir J ini. Ternyata, Sambo sempat menegur Adzan Romer ketika dirinya berada di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

"Saya sudah membantah kemudian pada saat di penandatangananan di Mako Brimob saya sudah menyampaikan ke Romer, "dari mana keterangan kamu seperti itu?" Kata Sambo seraya bertanya ke Romer.

"Ada yang mungkin tidak disampaikan di persidangan ini kenapa kemudian dia menyampaikan hal seperti itu yang mulia, termasuk penggunaan sarung tangan. Saya bilang "dari mana kamu melihat saya menggunakan sarung tangan dan yang jatuh itu senjata HS?" itu mungkin yang mulia," sambung Sambo.

Ferdy Sambo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Hakim Wahyu pun kembali mengatakan kepada Sambo, bahwa keterangan perihal sarung tangan sekaligus senjata Sambo yang terjatuh kala itu merupakan salah satu bagian penting di persidangan pembunuhan berencana Brigadir J. Pasalnya, hingga kini sarung tangan yang diduga digunakan Sambo belum disita oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Ini menjadi sangat penting karena kalau nggak salah tidak disita saudara JPU, combat wilsonnya? Ada? saudara Jaksa? 'oh ada'," tanya hakim dan disambut jawaban jaksa.

"Ini menjadi perhatian karena keterangan saudara dan keterangan saksi sangat berbeda, artinya kami memandang bahwa saudara dan Romer sama-sama mengetahui jenis senjata, tapi keterangan saudara berbeda dengan keterangan Romer," kata hakim

Ajudan Ferdy Sambo, Adzan Romer bersaksi di persidangan

Photo :
  • Youtube

"Saya sudah, mohon maaf yang mulia pada saat di Mako Brimob saya sudah sampaikan. "Kenapa kamu sampaikan seperti itu?" Ucap Sambo.

Ternyata, Adzan Romer mengakui bahwa dirinya mengatakan hal tersebut karena dirinya diancam bakal dijadikan seorang tersangka pada peristiwa berdarah Brigadir J.

"Karena saya diancam akan ditersangkakan dan semua sudah melihat CCTV itu," ucap Sambo peragakan jawaban Romer.

"Saya bilang "kamu nggak bisa seperti itu, memberikan keterangan kemudian harus membuat keterangan yang menyudutkan saya," saya sampaikan demikian tapi dia tetap bertahan pada keterangannya itu," sambung dia.

Diketahui, Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo cs diadili dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, Ferdy Sambo juga didakwa ikut melakukan perintangan penyidikan atas pengrusakan CCTV terkait peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua. Perbuatannya itu dilakukan bersama dengan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto dan Arif Rachman Arifin.


Mereka didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.