Terkuak Identitas Polisi yang Titipkan Isu Perselingkuhan Putri Candrawathi dan Brigadir J
- Youtube
VIVA Nasional – Kuasa Hukum keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis sempat mencecar ahli Poligraf, Aji Febriyanto Ar Rosyid terkait pertanyaan titipan atau isu dari penyidik sehingga menghasilkan uji kebohongan Putri Candrawathi berindikasi berbohong.
Arman menegaskan kepada Aji, mengapa pertanyaan titipan yang dilontarkannya saat pemeriksaan lie detector kepada Putri Candrawathi tidak sesuai dengan perkara pembunuhan berencana. Ia malah menyasar ke pertanyaan soal adanya isu perselingkuhan Putri dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Bagaimana saudara mengetahui BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang saudara baca itu yang sebenarnya apakah saudara membaca kejadian perselingkuhan dalam BAP tersebut?" tanya Arman saat sidang di PN Jakarta Selatan.
"Saya tidak membaca ada perselingkuhan di situ di BAP Putri," jawab Aji.
Kemudian, Arman pun langsung merujuk kepada siapa yang telah menitipkan pertanyaan kepada Aji perihal tersebut. Lantas, Aji pun menjawab yang memberikan pertanyaan itu adalah Kepala Sub Bidang Direktorat (Kasubdit) 1 bernama Wira.
"Hanya semata-mata karena titipan penyidik saja?" tanya Arman.
"Siap," jawab Aji.
"Nama penyidiknya siapa saudara ahli yang memberikan titipan pertanyaan itu? siapa? ini sudah di persidangan terbuka," cecar Arman.
"Ada, Siap. Kasubdit 1 Bapak Wira," jawan Aji menjawab cecaran Arman.
Hasil Uji Kebohongan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Saksi ahli poligraf, Aji Febriyanto Ar Rosyid mengatakan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terindikasi berbohong terkait dengan peristiwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Indikasi itu terkuak dari hasil tes poligraf atau kebohongan yang dijalani Sambo dan Putri Candrawathi.
Hal tersebut diungkap Aji saat dihadirkan menjadi saksi untuk lima terdakwa, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.
Mulanya, Aji menjelaskan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa pemeriksaan tes poligraf akan semakin mudah jika terperiksa memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebab, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang membuktikan orang tersebut semakin kooperatif.
"Semakin mudah dilakukan pemeriksaan. Jadi kalau pemeriksaan poligraf, semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin mudah, karena semakin kooperatif," ujar Aji di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Hasilnya pasti lebih bagus kalau pandai?" tanya JPU.
"Siap," kata Aji.
"Terkait pemeriksaan kelimanya, apakah mereka masuk kategori pandai?" tanya JPU lagi.
"Siap," jawab Aji.
Lebih lanjut, JPU kemudian menegaskan kembali terkait metode skoring yang digunakan Aji dalam tes poligraf tersebut. Ia juga turut menanyakan skor tes poligraf untuk para terdakwa.
"Tadi saudara menggunakan metode skoring atau penilaian terhadap para terdakwa. Terhadap kelimanya, menunjukkan skor berapa?" tanya JPU ke Aji.
"Macam-macam," kata Aji.
"Bapak FS (Ferdy Sambo) nilainya berapa? Bisa disebutkan?" tanya JPU.
"Mohon izin untuk Pak FS nilainya -8," ungkap Aji.
"Berapa?" kata JPU memastikan.
"-8," tegas Aji.
"Kalau terdakwa Putri?" ujar JPU.
"Mohon izin, -25," tutur Aji.
Kemudian, JPU bertanya apa indikasi yang muncul dari skor terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Aji lantas membeberkan jika skor 'plus' maka terperiksa terindikasi jujur, sedangkan untuk skor 'minus' maka terindikasi berbohong.
"Dari skor itu menunjukkan indikasi apa? Bohong atau jujur?" tanya JPU.
"Mohon izin untuk hasil plus itu NDI tidak terindikasi berbohong," ungkap Aji.
"Kalau terdakwa Sambo terindikasi?" tanya JPU memastikan.
"Minus," singkat Aji.
"Kalau minus apa?" kata JPU.
"Terindikasi berbohong," jawab Aji.
"Kalau terdakwa Putri?" tanya JPU lagi.
"Terindikasi berbohong," tandas Aji.