Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo Pacu Digital Fesyen Indonesia di Dunia Maya
VIVA Nasional – Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf/Wabaparekraf), Angela Tanoesoedibjo, memberi perhatian pada digitalisasi terhadap industri fesyen di Tanah Air.
Termasuk “Bali Digital Fashion Week 2022” yang digelar 10-16 Desember 2022. Sebab ini dianggap sebagai terobosan baru dalam dunia fesyen Indonesia. Mengingat, memanfaatkan teknologi Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR) Experience, NFT, dan metaverse.
Dalam keterangan persnya, Wamen Angela mengatakan bahwa Bali Digital Fashion Week (BDFW) 2022 adalah ajang digitalisasi pertama di Indonesia. Bahkan termasuk pelopor di Asia. Untuk itu, Angela mengapresiasi inisiasi MAJALABS dan Indonesia Cities Creative Network (ICCN).
“Ini merupakan suatu terobosan baru dalam dunia fesyen Tanah Air dan menjadi bentuk karya kreatif dan inovasi yang dipertemukan dengan teknologi blockchain. Sehingga harapannya bisa melindungi hak cipta dan memberikan royalti yang berkesinambungan kepada para kreator,” ujar Wamenparekraf Angle Tanoesoedibjo, dalam keterangan yang dikutup Senin 12 Desember 2022.
Dia juga melihat, dengan digital fesyen ini maka potensi pelestarian budaya di dunia maya semakin luas, tanpa batas geografis. Apalagi pemasaran melalui metaverse, yang punya potensi besar ke depannya.
Lanjutnya menjelaskan, Bloomberg memproyeksikan metaverse akan menjadi masa depan internet. Bahkan ditaksir nilainya mencapai 800 miliar dolar AS pada 2024. Prediksi juga memperkuat kalau 2026 akan ada 25 persen populasi menghabiskan sekitar 1 jam sehari di metaverse.
“Kita bahkan bisa mengenalkan batik kepada dunia melalui desain skin di game dan lain sebagainya. Seperti contoh avatar saya yang super keren sekali memakai digital fashion dress bermotif batik karya kolaboratif MAJALABS bersama ICCN,” kata Angela.
Menurut dia, digital fesyen juga menjadi solusi dalam penanganan limbah fesyen. Diakuinya kalau limbah tekstil industri fesyen di Indonesia saja sudah 2,3 juta ton atau setara dengan 12 persen dari limbah rumah tangga di tahun 2021. Hanya 0,3 juta ton yang bisa terdaur ulang.
“Digital fesyen diharapkan bisa mengurangi waste yang dihasilkan industri fesyen saat tahap produksi. Dengan cara apa? Dengan cara mengurangi konsumsi air, zat kimia, dan penggunaan bahan baku kain secara total,” jelas Angela Tanoesoedibjo, yang juga Waketum Partai Perindo Bidang Ekonomi Digital dan Kreatif.
Setidaknya hal ini juga sejalan dengan BDFW 2022 yang turut menyuarakan dampak industri tersebut pada lingkungan. Termasuk peluang penggunaan digital itu sendiri. Meski diakui, tantangan saat ini adalah terkait dengan pendanaan dan SDM.
Maka ke depannya, dia mengharapkan seluruh pemangku kepentingan bisa berkolaborasi. Untuk meningkatkan digital talent dan lebih memahamkan publik terhadap manfaat dari industri fesyen. Apakah itu terkait sisi ekonomi, lingkungan hingga stakeholders.