Kompolnas Sentil Polri Belum Sidang Etik 3 Jenderal dan Bharada E
- tvOne/Muhammad Bagas
VIVA Nasional – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia menyoroti belum dilakukannya sidang etik profesi kepada Bharada E (Richard Elizier), terdakwa perkara pembunuhan terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, padahal beberapa terdakwa maupun anggota polisi lainnya sudah disanksi etik.
Kompolnas pun mengaku heran Korps Bhayangkara belum menggelar sidang etik terhadap Eks Kapolda Sumatera Barat, Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa, Irjen Pol.Napoleon Bonaparte, juga Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo yang status hukumnya telah inkracht.
Komisioner Kompolnas RI, Yusuf Warsyim menilai publik tentu memahami kalau Bharada E sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus kematian Brigadir J. Pasalnya, kata dia, Bharada E membuka misteri kalau kematian Brigadir J bukan tembak-menembak tapi pembunuhan berencana.
Dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri yang diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, diatur kriteria pelanggaran kode etik profesi Polri. Diantaranya yaitu dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain, adanya permufakatan jahat, dan menjadi perhatian publik.
"Penegakan etika tentu lekat dengan mempertimbangkan bagaimana kepatutan publik. Karena sorotan publik, maka Bharada E patut dituntaskan dulu sidang peradilan hingga mendapat putusan pengadilan yang inkracht," ujar Yusuf kepada wartawan, Senin, 5 Desember 2022.
Yusuf melihat dan merasakan posisi Bharada E dengan semua anggota Polri yang terkait kasus kematian Brigadir J harus dibedakan. Walau, kata dia, Bharada E saat ini sebagai terdakwa tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Saya sebagai anggota Kompolnas melihat bahwa karena keadilan, maka untuk saat ini Bharada E sebagai JC kita dorong terus agar teguh dengan kesaksian dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Apakah Bharada E bersalah atau tidak, biar kami tunggu putusan pengadilan," katanya.
Pun Yusuf juga menyoroti Polri belum menggelar sidang etik Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetyo Utomo yang sudah inkracht. Tak ketinggalan, Irjen Pol Teddy Minahasa yang terseret kasus dugaan bisnis narkotika.
Padahal, dalam Pasal 13 huruf e Perkap 7/2022 disebut setiap anggota Polri dalam etika kepribadian dilarang menyalahgunakan narkotika meliputi menyimpan, menggunakan, mengedarkan dan/atau memproduksi narkotika, psikotropika dan obat terlarang.
"Kami terus awasi dan pantau, hanya ada saran-saran yang Kompolnas sampaikan, tidak bisa semua dibuka ke publik. Pada intinya, penegakan kode etik profesi disarankan dilakukan secara profesional, proporsional dan prosedural. Publik sebagai social control dalam penegakan kode etik, tentu lekat untuk dipertimbangkan," ucap dia lagi.