Gubernur Edy Rahmayadi Ingatkan ASN, Politik Praktis Haram Hukumnya

Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ B.S. Putra (Medan)

VIVA Nasional – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi selama empat tahun menjabat orang nomor satu di Provinsi Sumut, mengaku sudah 75 kali di somasi oleh kelompok masyarakat atas berbagai hal.

Hal itu, disampaikan oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi Penandatanganan Pakta Integritas bersama Bupati dan Walikota Se-Sumut, berlangsung di Aula Tengku Rizal Nurdin, Jalan Jendral Sudirman, Kota Medan, Senin siang, 5 Desember 2022.

Dalam arahannya, Gubernur Edy menjelaskan ada 8 jenis demokrasi, yakni demokrasi langsung, demokrasi tidak langsung, demokrasi presidensial, demokrasi parlementer, demokrasi otoriter, demokrasi partisipatif, demokrasi islam dan demokrasi sosial.

Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi

Photo :
  • VIVA/B.S. Putra

"Ada 8 demokrasi, kita mengalami dua tidak langsung. Sekarang, yang mana bagus, yang mana jelek," sebut Gubernur Edy.

Mantan Pangkostrad itu, mengungkapkan, dalam perjalanan sebagai pejabat politik sebagai Gubernur Sumut itu, sudah 75 kali somasi. Ia menilai itu, bagian dari demokrasi, yang harus dihadapi.

"Kalau dikasih kebebasan, sudah 75 kali aku disomasi, 4 tahun aku jadi Gubernur. Sudah 75 kali disomasi, bebas. Perlu juga kita pakai otoriter," jelas Gubernur Edy.

Mantan Ketua Umum PSSI itu, menjelaskan di tanah air sudah menganut demokrasi tidak langsung dan demokrasi tidak langsung. Namun, polemik di dalamnya tidak lepas pembahasannya tentang uang.

"Kita demokrasi langsung dan tidak langsung, wani piro. Itu saja yang tidak selesai-selesai," tutur Edy.

Di sisi lain, Gubernur Edy mengharamkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan dijajaran Pemerintah Kabupaten/Kota untuk ikut serta dan terlibat dalam politik praktis pada Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024. 

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.

Photo :
  • VIVA/B.S. Putra (Medan)

"ASN sudah pasti, bukan ditegaskan lagi. Secara undang-undangnya pun haram hukumnya, dia mengurusin hal tersebut (ikut terlibat politik praktis), tapi dia punya hak pilih," ujar Gubernur Edy.

Mantan Pangkostrad itu, menjelaskan bahwa ada orang yang berhak memilih. Tapi tak boleh bersuara. Yaitu ASN dan ada juga yang berhak dia bersuara serta memilih, yakni masyarakat non-ASN.

"ini lah yang saat ini kita resmikan, dan saya minta wartawan ikut serta melihat ini. Untuk netralitas ini harus berjalan dengan baik," kata Gubernur Edy.

Penandatanganan pakta integritas ini, menurut Gubernur Edy merupakan satu kegiatan dokumen untuk sama-sama melakukan demokrasi yang benar sesuai dengan aturan dan tidak melakukan pelanggaran.

"Karena kita demokrasi langsung, untuk itu sehingga ada kepastian siapa yang boleh pilih dan yang boleh ikut serta berkampanye, dan siapa yang tak berhak memilih yang tiga itu," tutur Gubernur Edy.