Jubir Sosialisasi RKUHP: Delik Tindak Pidana Perzinahan adalah Aduan
- Istimewa
VIVA Nasional - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan DPR dan pemerintah dalam waktu dekat masih jadi sorotan lantaran ada beberapa pasal krusial. Salah satunya Pasal 413 RKUHP terkait perzinahan atau hubungan seks di luar nikah dipidana penjara 1 tahun.
Juru Bicara Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan pihaknya memahami kekhawatiran masyarakat terkait isu 413. Sebab, dalam KUHP yang berlaku saat ini, perbuatan tersebut tak dipidana. "Jadi, kekhawatiran ini dapat dipahami," kata Albert, dalam keterangannya, Jumat, 25 November 2022.
Albert menjelaskan, tak benar orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat dipenjara 1 tahun penjara. Sebab, delik dalam tindak pidana perzinaan jenisnya aduan atau klacht delict.
Menurut dia, dengan demikian tak akan ada proses hukum selama tak ada pengaduan dari pihak yang berhak mengadu. Pihak pengadu yakni suami atau istri bagi yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan.
"Tindak pidana perzinaan yang diatur dalam RKUHP juga mengatur alternatif sanksi pidana denda yang tidak diatur. Atau dikenal dalam pasal 284 KUHP yang berlaku saat ini," jelas Albert.
Pun, dia menambahkan jika akhirnya terbukti memenuhi unsur, pelakunya juga tak selalu harus dipenjara. "Karena ada alternatif sanksi berupa denda kategori II yaitu maksimal Rp10 juta," lanjut Albet.
Lebih lanjut, Albert menyampaikan, merujuk ketentuan tindak pidana dalam buku II RKUHP, masyarakat juga perlu melihat ketentuan Buku I RKUHP sebagai 'operator'.
"Misalnya ketentuan Pasal 85 RKUHP yang mengatur tentang sanksi pidana kerja sosial yang dapat dijatuhkan jika pelaku melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun," tutur Albert.
"Dan, hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," ujarnya.
Pun, dia menambahkan frasa 'penuntutan' dalam ayat 2 yang sempat dikritisi juga sudah diberikan penjelasan di Pasal 132 RKUHP yaitu proses peradilan yang dimulai dari penyidikan.
Dia juga menyinggung tindak pidana hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan (kohabitasi). Menurut dia, pemerintah dan DPR juga sepakat ditambahkan penjelasan dengan adanya tindak pidana kohabitasi, maka seluruh peraturan perundang-undangan lainnya jadi tidak berlaku.
Menurut Albert, hal itu untuk menutup peluang adanya peraturan lain yang substansinya sama. Dia bilang justru itu RKUHP secara a contrario melindungi ruang privat masyarakat.
"Karena dengan mengatur tindak pidana perzinaan dan kohabitasi sebagai delik aduan, maka pihak ketiga atau masyarakat yang tak dirugikan secara langsung tak boleh lakukan tindakan main hakim sendiri. Karena kewenangan mengadu hanya diberikan kepada mereka yang berhak mengadu," ujarnya