Jubir Tim Sosialisasi: Draf RKUHP Tak Kriminalisasi Kemerdekaan Pers

Aksi Demonstrasi Tolak RKUHP.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional Dewan Pers meminta Presiden Jokowi agar pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda. Alasannya karena ada beberapa pasal kontroversial dalam draf RKUHP yang dinilai mengkriminalisasi pers.

Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries pun merespons. Dia menjelaskan tak ada pasal yang menghalani dan mengkriminalisasi kemerdekaan pers

"Menanggapi surat Dewan Pers tertanggal 17 November 2022 ke Presiden Jokowi untuk menunda pengesahan RKUHP,  kami tetap menghormati pandangan Dewan Pers tersebut. Namun, kami perlu menyampaikan klarifikasi bahwa tidak benar RKUHP menghalangi dan mengkriminalisasi kemerdekaan pers," kata Albert kepada wartawan, Rabu, 23 November 2022.

Baca Juga: Dewan Pers Surati Presiden, Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Jubir Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries

Photo :
  • Istimewa

Albert menyampaikan bahwa beberapa pasal yang dianggap mengkriminalisasi kemerdekaan pers itu sudah ada sejak lama. Dia menyebut pasal-pasal yang dimaksud seperti tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme, penyebarluasan berita bohong, penyerangan harkat dan martabat diri Presiden, penghasutan untuk melawan penguasa umum, dan pencemaran nama baik.

"Sudah ada sejak lama dan eksistensinya sudah melalui serangkaian pengujian (judicial review) di Mahkamah Konstitusi," jelas Albert.

Menurut dia, RKUHP diciptakan tak hanya ditujukan bagi kelompok pers atau jurnalis sebagai bagian dari demokrasi Pancasila. Namun, melainkan ditujukan bagi setiap orang.

Kemudian, dia menyinggung ketentuan Pasal 3, 4, dan 8 Kode Etik Jurnalistik yang mengatur dalam pemberitaan. Dia mengatakan, wartawan juga mesti menerapkan praduga tak bersalah dan tak memuat berita bohong. Lalu, tak menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi.
 
"Jika yang dikhawatirkan Dewan Pers adalah soal implementasi dan perilaku penegak hukum di awal sistem peradilan pidana, maka silahkan dicek kembali Putusan Mahkamah Agung yang begitu konsisten baik dalam perkara perdata maupun pidana," jelasnya.

Dia menambahkan, masukan dari Dewan Pers kepada Tim Perumus RKUHP akan diupayakan diakomodasi. Ia menyebut salah satu masukan itu Penjelasan Pasal 218 RKUHP tentang penyerangan harkat dan martabat diri Presiden, bahwa yang dimaksud “dilakukan untuk kepentingan umum” sebagai alasan penghapus pidana.
 
"Permintaan Dewan Pers menunda pengesahan RKUHP sama saja menghendaki status quo dari kondisi penegakan hukum pidana yang kaku dan tidak berkeadilan," tuturnya.

Penjelasan Dewan Pers

Sebelumnya, Dewan Pers meminta pemerintah agar menunda pengesahan RKUHP. Hal itu disampaikan Dewan Pers dalam surat yang dikirim ke Presiden Jokowi pada 17 November 2022.

Demo Pelajar Tolak RUU KUHP dan UU KPK

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
 

Alasan permohonan penundaan itu berdasarkan pertimbangan karena beberapa pasal kontroversial RKUHP yang bermuatan menghalangi kemerdekaan pers. RKUHP itu dianggap belum mengakomodasi masukan dari Dewan Pers

“Pemerintah dalam tanggapannya bulan Oktober melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengakomodasi usulan reformulasi Dewan Pers terhadap pasal-pasal krusial dalam rumusan RKUHP. Hal ini sebagaimana respons pemerintah yang disampaikan pada saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 3 Oktober 2022,” kata Pelaksana Tugas (plt) Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya, dalam keterangan, Senin, 21 November 2022.

Dia menilai, pemerintah belum menanggapi beberapa pasal yang jadi masukan Dewan Pers. Kata Agung, tak ada penjelasan dari pemerintah terkail pasal masukan yang diakomodasi. Begitupun pasal yang tidak diakomodasi beserta argumentasinya. 

“Secara substansi RUU KUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers dan berpotensi mengkriminalisasikan karya jurnalistik," tuturnya.

Pun, dia menegaskan sejauh ini Dewan Pers belum menerima respons balik resmi dari pemerintah atas usulan yang  disampaikan ke pemerintah pada 20 Juli 2022.