LPSK Sebut Korban Perkosaan di Kemenkop UKM Alami Trauma Berat dan Stres

Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Zulfikar

VIVA Nasional – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan ND, korban pemerkosaan di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengalami trauma berat hingga stres.

Hal itu diungkap langsung Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Selasa, 22 November 2022. Kondisi ND diketahui setelah LPSK melakukan asesmen psikologi.

"Berdasarkan observasi terstruktur dan wawancara psikologi, didapatkan hasil tampak mengalami stres dan trauma berat. Itu jawabannya atas kondisi ND," kata Edwin dalam keterangannya.

Ilustrasi pemerkosaan.

Photo :
  • U-Report

Edwin juga menuturkan, kepribadian ND yang semula terbuka dan dekat dengan ibunya kini semakin tertutup pasca mengalami pemerkosaan tersebut. ND juga disebut jadi semakin sulit diajak berkomunikasi.

"ND, menurut orang tuanya atau menurut keluarganya menjadi pribadi yang berbeda pasca peristiwa. ND ini awalnya pribadi yang sangat terbuka dan dekat dengan ibunya," tutur Edwin.

"Namun, pasca peristiwa, menjadi pribadi yang tertutup. Bahkan cenderung sulit untuk diajak berkomunikasi walaupun dengan pihak keluarga atau orang tuanya," tandasnya.

SP3 Kasus Tak Sesuai KUHP dan Perkap

Lebih lanjut, Edwin menuturkan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan pemerkosaan ini tak sesuai dengan KUHAP hingga Peraturan Kapolri (Perpol).

"LPSK menyampaikan bahwa penghentian penyidikan perkara ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 109 ayat 2 KUHAP dan tidak sejalan dengan Perkap 6/2019 tentang penyidikan tindak pidana," ujarnya.

"Dengan demikian, penghentian penyidikan perkara batal demi hukum atau dinyatakan putusan itu tidak pernah ada," sambungnya.

Ilustrasi/Pemerkosaan.

Photo :
  • U-Report

Edwin melanjutkan, penyelesaian perkara dengan upaya restorative justice juga tidak memenuhi syarat dalam Peraturan Kapolri (Perkap) 6/2019. Hal ini dikarenakan peristiwa pemerkosaan merupakan perbuatan yang meresahkan masyarakat dan dikategorikan sebagai perbuatan berat dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

"Jadi Pasal 286 tentang tindak pidana persetubuhan terhadap orang tidak berdaya, jelas ancaman hukumannya salah satu yang berat karena diatas 5 tahun, yaitu 9 tahun penjara," jelas Edwin.

Pun, dalam Perkap 6/2019 juga dijelaskan penyidik bisa menghentikan Perkara jika Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) belum diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, dalam perkara ini, penyidik sudah menyerahkan SPDP pada Desember 2019 lalu.

Maka dari itu, LPSK meminta agar Polri dapat membuka kembali kasus dugaan pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM sebagai langkah memberikan keadilan terhadap korban.

"LPSK merekomendasikan agar Polri membuka kembali perkara ini melalui gelar perkara khusus berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 atau merujuk pada Perpol nomor 8 tahun 2021. Langkah ini merupakan efektif dan responsif untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban," tandasnya.

Disoroti Mahfud MD

Untuk diketahui, kasus dugaan kekerasan seksual itu dilakukan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN pada akhir tahun 2019. Korbannya ialah pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.

Kasus tersebut sempat diproses di Polresta Bogor, tetapi dihentikan dengan alasan korban sepakat damai. Selain itu, kasus dihentikan setelah korban dan pelaku ZP menikah pada Maret 2020.

Namun, usut punya usut, korban menyebut usulan pernikahan datang dari pihak kepolisian dan tidak tahu kasus dugaan kekerasan ini telah dihentikan. Selain itu, kasus juga ditentukan setelah penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD kemudian mengkritisi keputusan dari Polresta Bogor yang  mengeluarkan SP3 kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenko UKM).

Mahfud memastikan, SP3 atas kasus dugaan kekerasan seksual tersebut batal dan keempat pelaku harus menanggung konsekuensi hukum atas perbuatannya.

Keputusan tersebut diambil dari hasil rapat gabungan yang digelar di Kantor Kemenko Polhukam pada Senin, 21 November 2022. Turut hadir, pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kompolnas, Kejaksaan, Kemenkop UKM hingga Kabareskrim Polri.

"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," ujar Mahfud dalam keterangannya.

"Oleh sebab itu, terhadap 4 tersangka dan 3 saksi, yaitu N, kemudian MF, WH, ZPA, kemudian saksinya dianggap terlibat A, T, dan H supaya terus diproses ke pengadilan," sambungnya.