BRIN soal Enumerator Mundur Massal karena Honor Disunat: Belum Ada Penugasan

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko
Sumber :
  • brin.go.id

VIVA Nasional – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta agar Tugas, Pokok, dan Fungsi (Tupoksi) riset dikembalikan ke instansi (Kementerian/Lembaga) asal. Sehingga, kata dia, kegiatan riset bisa lebih fokus dan sesuai dengan kebutuhan. 

Demikian disampaikan Mulyanto pasca mundurnya ribuan enumerator atau petugas lapangan pengumpul data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2023 baru-baru ini.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan, kasus itu menandakan penggabungan lembaga riset tidaklah semudah yang dibayangkan. Sehingga, kata dia, pemerintah harus mengevaluasi keberadaan BRIN itu sendiri.

“Khusus survei demografi dan kesehatan, kalau BRIN tidak mampu lebih bagus diserahkan kepada BPS (Badan Pusat Statistik) atau Kementerian Kesehatan. Sejak peleburan LPNK dan badan litbang teknis kementerian, terlihat kemunduran supporting system riset-inovasi, baik dari sisi manajemen aset, manajemen SDM, manajemen administrasi, dan lainnya. Tak heran kalau muncul temuan BPK dan terjadi penurunan opini,” ujar Mulyanto dalam keterangannya diterima awak media, Jumat, 11 November 2022.

Kepala LIPI Laksana Tri Handoko yang kini ditunjuk jadi Kepala BRIN.

Photo :
  • VIVA / Reza Fajri

Mulyanto menambahkan, survei demografi dan kesehatan BRIN tumpang tindih dengan program yang ada di BPS. Dengan demikian, tujuan pembentukan BRIN agar kegiatan kegiatan riset menjadi lebih terpadu tidak tercapai. Karena faktanya justru terjadi tumpang tindih objek riset BRIN dengan BPS.

“Kalau terus terjadi masalah seperti ini sebaiknya BRIN dibubarkan saja. Fungsi riset dikembalikan ke masing-masing kementerian dan lembaga seperti semula. Rasanya model pendelegasian riset seperti itu bisa lebih efisien dan efektif,” kata Mulyanto.

Mulyanto lebih jauh meminta BRIN segera mencari solusi atas mundurnya ribuan enumerator SDKI. Ia juga minta BRIN terbuka kepada para mitra terkait anggaran pelaksanaan survei nasional ini.

“Bila memang anggarannya tidak terlalu besar, sebaiknya disampaikan di awal sebelum program tersebut diluncurkan. Sehingga siapapun yang berpartisipasi dalam program ini dapat bekerja dengan maksimal. Tidak dibayangi dengan kekhawatiran adanya manipulasi hak dan kewajiban,” kata Mulyanto.

Klarifikasi BRIN

Terpisah, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko membantah kabar mundurnya petugas lapangan atau enumerator dari perekrutan petugas survei karena wacana honor yang dipangkas sekitar 80 persen.

"Saya kira info tersebut tidak benar, karena kami baru melakukan perekrutan petugas survei dan pengembangan metodologi serta pelatihan. Jadi, belum ada penugasan untuk melakukan pengambilan data lapangan. Kami baru akan memutuskan periode waktu pelaksanaan pengambilan data," kata Handoko saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.



Handoko menuturkan pihaknya baru melakukan perekrutan dan penyeleksian petugas survei, sehingga belum ada penugasan di lapangan untuk pengumpulan data dalam program SDKI. "Intinya mereka baru calon petugas dan belum ada penugasan. Jadi, mundur dari apa, penugasan saja belum ada," tuturnya.


Ia mengatakan pelaksanaan lapangan SDKI direncanakan fokus di awal 2023 agar data bisa konsisten dengan fokus penyelenggaraan yang diupayakan dalam waktu sesingkat mungkin.

Sebelumnya, ribuan enumerator atau petugas lapangan pengumpul data BRIN dalam program SDKI 2022 melakukan mundur massal terkait dengan pemotongan honor. Menurut informasi yang beredar, honor dan uang harian yang mereka terima sangat tidak layak. 

Banyak pemangkasan yang membuat honor mereka menjadi sangat kecil. Bersamaan dengan mundurnya ribuan enumerator ini, BRIN kemudian membuka kembali lowongan untuk tenaga lapangan. Dari lowongan 7 survei nasional yang dibuka, BRIN juga mencari untuk enumerator Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2023.