Hakim Semprot Ipda Arsyad soal Surat Penyitaan Barbuk: Beli Goreng Pisang Aja Pake Resi
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional – Ipda Arsyad Daiva Gunawan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan dengan terdakwa Irfan Widyanto terkait kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice atas tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Saat itu, Arsyad masih menjabat sebagai penyidik di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dalam memberikan kesaksian di hadapan Majelis Hakim, Arsyad kena semprot oleh hakim di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
Arsyad disemprot hakim saat menanyakan perihal pekerjaan Arsyad sebagai penyidik. Kemudian, Hakim mencecar proses penyerahan DVR CCTV yang diserahkan oleh Chuck Putranto kepada Polres Metro Jakarta Selatan.
"Kalau seorang penyidik melakukan penyelidikan tentu dia memerlukan barbuk DVR itu saudara tahu gak fungsi DVR untuk membuat terang peristiwa pidana tau? Kenapa kalo tau, tidak menerima tanda terima barang bukti?," ujar Hakim kepada Arsyad.
"Pada saat itu belum," jawab Arsyad.
"Waktu nerima barbuk diregister dinomorin gak?," tanya hakim lagi.
"Belum, baru kami terima masih nyala apa tidak," jawab Arsyad lagi.
Kemudian, singkat cerita, soal ihwal tidak adanya surat penyitaan DVR CCTV, lantas Majelis Hakim menyemprot para saksi karena tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Harus ada penyitaan tindakan itu harus dengan berita acara ya tindakan arbitrasi kepolisian itu gak main serah-serah begitu aja kaya menyerahkan beli goreng pisang," kata Hakim.
"Sedangkan beli goreng pisang aja pake tanda terima pake resi. Beli makanan pake tanda terima apalagi barang bukti. Masa barang bukti gak pakai berita acara main serahkan begitu aja, gak bener itu, mestinya beberapa data dilengkapi," lanjut Hakim.
Diketahui, sebanyak tujuh anggota Polri ditetapkan sebagai terdakwa karena melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti termasuk CCTV.
Mereka antara lain, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Agus Nurpatria; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.