KPK Kembali Tetapkan Hakim Agung Tersangka Suap, Inisialnya GS
- VIVA.co.id/ Riyan Rizki Roshali
VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan kembali menjerat hakim agung. Kasusnya berkat pengembangan atas perkara yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Berdasarkan informasi diterima awak media hakim agung yang menyandang status tersangka yakni berinisial GS.
Pejabat KPK yang belum mau disebutkan namanya dikonfirmasi awak media, Rabu malam, 9 November 2022, membenarkan informasi tersebut. "Benar," ujarnya.
Dia juga membenarkan, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap penanganan perkara di MA yang menjerat Sudrajad Dimyati. Selain GS, KPK juga menetapkan tersangka lainnya.
"Lebih dari 2 (tersangka). TPK (tindak pidana korupsi) baru (dugaan suap penanganan perkara di MA)," ujarnya lagi. Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikonfirmasi belum merespons pertanyaan awak media. Begitu juga pimpinan KPK.
Hakim GS sebelumnya sudah pernah diperiksa oleh tim penyidik KPK sebagai saksi pada akhir Oktober 2022. Bahkan tim penyidik KPK, belum lama ini menggeledah ruang kerja hakim agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Prim Haryadi dan Sri Murwahyuni. Selain itu, penyidik juga menggeledah ruang Sekretaris MA Hasbi.
KPK sebelumnya pernah menetapkan 10 tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Sebagai pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Sementara tersangka atas dugaan penerima, yakni Sudrajad Dimyati, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA, Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Dugaan suap itu bermula ketika ada gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan Heryanto dan Ivan. Gugatan itu diwakili oleh kuasa hukumnya, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno.
Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Ivan belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA.
Pada tahun 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan dengan masih mempercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukumnya. Dalam pengurusan kasasi tersebut, Yosep dan Eko diduga bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan Yosep dan Eko.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, Desy turut mengajak Muhajir dan Elly untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dan kawan-kawan diduga sebagai representasi dari Sudrajad Dimyati dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
KPK menduga sumber dana yang diberikan Yosep dan Eko pada majelis hakim berasal dari Heryanto dan Ivan. Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Adapun jumlah uang yang diserahkan oleh Yosep dan Eko secara tunai kepada Desy Yustria sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar. Oleh Desy Yustria, uang itu dibagi ke sejumlah pihak.
Desy Yustria diduga menerima sekitar sejumlah Rp 250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar sejumlah Rp 850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar sejumlah Rp 100 juta. Adapun Sudrajad Dimyati diduga menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri Pangestu.