Eks Kabais TNI: Saya Belum Lihat Sosok Intelijen Polisi Jadi Kapolri
- Youtube tvOne
VIVA Nasional – Mantan Kepala BAIS TNI, Laksamana Madya (Purn) TNI Soleman B Ponto menyinggung belum ada perwira tinggi (pati) Polri berlatarbelakang intelijen menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Sehingga, terjadi kasus yang dialami Irjen Teddy Minahasa dibatalkan menjabat Kapolda Jawa Timur karena tersangkut kasus dugaan jual beli narkotika.
Menurut dia, kasus yang menyeret Teddy Minahasa sangat menarik. Sebab, penempatan seorang Kapolda lalu beberapa hari langsung ditangkap itu betul-betul luar biasa. Sedangkan, Soleman Ponto selama berdinas di TNI untuk menempatkan seseorang menjadi Panglima di suatu wilayah, itu enam bulan sebelumnya sudah diperiksa dilihat rekam jejaknya (track record) sampai Wanjakti.
"Ada ndak dosa-dosanya, ya saya yang tukang catat dosanya. Makanya saya tahu. Begitu tidak ada dosa, ok putuskan diangkat. Lalu tiba-tiba dua-tiga hari kemudian ditangkap, orang yang paling salah saya seharusnya," jelas dia di Jakarta Selatan pada Rabu, 19 Oktober 2022.
Maka dari itu, Soleman Ponto mempertanyakan bagaimana informasi atau data yang diperoleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sehingga bisa menempatkan Irjen Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumatera Barat ke Polda Jawa Timur tapi langsung ditangkap karena kasus narkotika.
"Jadi kalau ini terjadi, artinya apa? Ada data, ada informasi yang tidak sampai kepada Kapolri. Kan ini pembuktian, artinya apa? Ada kesengajaan atau memang tidak ada sistem didalam polisi. Ini situasi yang membuktikan, ini tidak ada sistem. Jadi judulnya, tiba hari tiba akal," ungkapnya.
Anehnya, kata dia, Teddy Minahasa memerintahan anak buahnya mengambil satu persen untuk dinas. Tentu, ini menimbulkan pertanyaan untuk apa memerintahkan hal tersebut kepada anggota yang tidak masuk akal.
Kemudian, lanjut dia, Teddy Minahasa juga mengaku rugi Rp20 miliar untuk operasi mencari peredaran narkotika yang ada di Laut Cinta Selatan sampai Selat Malaka. Padahal, ada namanya Badan Narkotika Nasional (BNN). Dulu, kata dia, TNI Angkatan Laut menerima kapal dari Pemerintah Daerah saja disalahkan.
"Ini mengeluarkan uang Rp20 miliar untuk mencari narkotik, ini mencari untuk apa. Menangkap atau memperdagangkan? Karena judulnya rugi, berarti perdagangan. Bukan kita ngarang-ngarang," ujarnya.
Oleh karena itu, Soleman Ponto menjelaskan kalau ada sistem tentu enam bulan sebelumnya itu sudah dibikin aturannya sehingga tidak lagi dipromosikan Teddy Minahasa menjadi Kapolda Jawa Timur. Tapi masalahnya, lanjut Soleman Ponto, didalam kepolisian sekarang yang dilihat siapa yang terbaik dan siapa yang bagus.
"Saya kok belum lihat orang-orang dari intelijen polisi itu jadi Kapolri. Apa standarnya, itu ndak ada," kata Soleman Ponto.
Selain itu, Soleman Ponto mengatakan sistem didalam kepolisian sudah rusak terjadi blok-blok. Menurut dia, anggota tidak mau sharing informasi satu sama lainnya terkait penanganan urusan narkotika, perjudian, perdagangan orang dan lainnya.
"Itu sudah terjadi blok di sana dan tidak mau sharing informasi ke yang lain, tapi sendiri-sendiri. Ini tanda-tanda sistem sudah rusak, tidak bisa lagi sistem yang dipakai didalam. Kalau ini dibiarkan, kita tinggal tunggu lagi akan terulang kasus-kasus," ungkapnya.