KNKT Didesak Buka Hasil Investigasi Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182
- VIVA/Andrew Tito
VIVA Nasional – Komite Nasional Kesalamatan Transportasi didesak segera merilis hasil laporan akhir mereka terkait kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang menewaskan 62 orang. Desakan datang dari sejumlah keluarga korban yang heran sudah hampir dua tahun, KNKT belum juga merilis laporan akhir. Menurut pengacara korban, Charles Herrmann dari Herrmann Law Group, para korban berhak tahu kenapa kecelakaan ini terjadi begitu pun publik.
"Kami meminta KNKT untuk merilis laporan akhirnya. Mereka memiliki lebih dari cukup waktu untuk menyelesaikan penyelidikan mereka,” ujarnya kepada wartawan, Jumat 30 September 2022.
Menurutnya, kecelakaan udara kerapkali hasil dari beberapa kesalahan. Dirinya mengaku tak punya cukup informasi guna menentukan apakah pilot Sriwijaya merespons dengan benar atau apakah perawatan maskapai mungkin juga berkontribusi pada kegagalan mekanis throttle.
"Kita tahu pesawat Boeing ini cacat secara mekanis. Ini throttle engine tidak berfungsi. Kami memiliki cukup banyak untuk memulai litigasi terhadap Boeing di AS, tetapi masih ada banyak bukti bahwa versi final dari laporan KNKT harus diungkapkan," kata dia.
Sementara itu, eks antan Jaksa Wilayah di Washington dan litigator utama Herrmann Law Group, Mark Lindquist merasa Boeing secara lalai merancang, memproduksi, dan menjual pesawat dengan sistem throttle otomatis yang cacat. "Secara khusus, gugatan kami menyatakan bahwa auto-throttle memiliki riwayat macet dalam beberapa kasus," kata Mark menambahkan.
Dirinya mengungkap, Boeing sudah berulang kali diingatkan akan bahaya dari auto-throttle. Semisal, lanjutnya, pada tahun 2001 Administrasi Penerbangan Federal (FAA) di Amerika Serikat memerintahkan operator pesawat 737 mengganti komputer throttle otomatis pasca laporan daya dorong yang tak sama.
Kemudian, kata dia, pada tahun 2007, auto-throttle pada pesawat 737 tidak berfungsi dan mati misterius dalam dua insiden terpisah saat pesawat mendekat untuk mendarat. Lalu, tahun 2009, satu unit Boeing 737 jatuh ketika auto-throttle tak berfungsi dan menyebabkan kemogokan karena Boeing gagal mengeluarkan peringatan yang memadai mengenai masalah yang sudah diketahui ini.
Kata dia, selama pandemi, pesawat diparkir selama sekitar sembilan bulan. Lantas pada 24 Juli 2020, FAA mengeluarkan arahan kelaikan udara darurat bagi 2 ribu pesawat Boeing 737 yang terdaftar di AS. FAA memperingati kemungkinan korosi katup cek udara di pesawat yang diparkir selama tujuh hari atau lebih.
"Kerusakan dari korosi tersebut dapat menyebabkan kegagalan mesin ganda," ujarnya.
Terpisah, salah satu keluarga korban, Martha Sari mendesak pemerintah lewat KNKT agar segera memberikan hasil investigasi jatuhnya pesawat tersebut. Kata dia sudah terlalu lama pihak keluarga korban bertanya-tanya akan kepastian penyebab kecelakaan.
"Kami butuh keadilan. Sudah cukup waktu 1 tahun lebih bagi kami untuk segera mengetahui penyebab jatuhnya pesawat ini," ujar Martha yang suaminya meninggal dalam kejadian tersebut.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah keluarga korban Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak menggugat The Boeing Company ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat. Gugatan itu diajukan melalui Herrmann Law Groupp.
"Gugatan menyatakan Boeing bersalah. Gugatan itu menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis, dan bahayanya memarkir pesawat selama beberapa bulan," ujar Mark Lindquist, pengacara utama Herrmann Law Group dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat 21 Mei 2021.