Kombes Hastry Polwan Ahli Forensik Blak-blakan soal Autopsi Brigadir J

Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Polisi wanita yang juga dokter ahli forensik, Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F., berbicara secara terbuka dan blak-blakan mengenai hasil autopsi terhadap jenazah Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang sempat diragukan oleh sebagian kalangan.

Dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program bincang-bincang The Interview di Jakarta, Kamis, 8 September 2022, Dokter Hastry, panggilan akrabnya, mengaku prihatian ketika hasil autopsi pertama oleh tim dokter forensik RS Polri, Jakarta.

"Karena saya, kolega saya, apalagi yang di RS Polri, untuk kasus yang Duren Tiga ini--junior-junior [sesama dokter forensik], kita kerja sewaktu-waktu dan pas jamnya. Kita tidak bisa menunda autopsi. Karena berburu sama waktu kematian," katanya.

Rekonstruksi Ulang Pembunuhan Brigadir J

Photo :

Dia berani menjamin, proses autopsi pertama telah sesuai prosedur dan hasilnya pun tak diragukan. Semua tahapannya, dari mulai menerima jenazah, proses autopsi, sampai selesai dan diserahkan kepada keluarga, katanya, didokumentasikan dengan baik dalam bentuk foto dan video.

"Dan saya yakin, waktu itu, kita diskusi, tidak ada luka lain selain luka tembak," katanya, mengklarifikasi info yang beredar di media sosial bahwa pada jenazah Brigadir J sebetulnya ditemukan juga luka-luka bekas penganiayaan, tidak hanya luka bekas tembakan.

Tidak ada penganiayaan

Kalau didapati luka lain selain luka tembak, menurutnya, itu pasti luka akibat proses autopsi dan pascaautopsi. "... karena [misalnya], ada tindakan untuk mengambil peluru di dalam tubuh, tindakan untuk memasukkan selang formalin--karena jenazah mau dibawa ke luar pulau [Jawa]; harus diawetkan."

Rekonstruksi pembunuhan Brigadir J, di Jakarta.

Photo :
  • Tangkapan layar Polri TV

Polwan yang kini menjabat Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jawa Tengah itu bercerita pernah mengalami hal hampir serupa, yaitu diminta untuk mengautopsi ulang jenazah terduga teroris. Dia diminta oleh Komnas HAM untuk membuktikan adakah luka tembak pada jenazah yang ternyata tidak ada.

Dalam kasus jenazah Brigadir J, publik meragukan hasil autopsi pertama karena dinyatakan tidak ditemukan luka penganiayaan, bertentangan dengan informasi sumir di media sosial. Setelah diautopsi untuk kali kedua, oleh tim dokter forensik umum, ternyata memang hanya ditemukan luka tembak, sama dengan hasil autopsi pertama.

"Kita memastikan, hanya ada luka tembak, tidak ada luka kekerasan lain yang diduga akibat proses penganiayaan--kata masyarakat. Kalau ada luka [akibat] perlawanan, kekerasan [benda] tumpul di tangan, nah, berarti ada fight (perlawanan). Kalau memang ada, kelihatan; tapi enggak ada," kata polwan pertama ahli forensik di Asia itu.