Kritik Kebijakan Harga BBM Naik, Hikmahbudhi: Bebani Rakyat
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
VIVA Nasional - Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi menuai gelombang protes. Sebagian masyarakat seperti mahasiswa dan buruh protes menolak kenaikan BBM dengan demo turun ke jalan.
Salah satu elemen mahasiswa yang menolak Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (PP Hikmahbudhi). Ketua Umum PP Hikmahbudhi Wiryawan menyampaikan kenaikan harga BBM akan membebani rakyat.
"Hikmahbudhi menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena akan membebani dan mengorbankan masyarakat," kata Wiryawan, dalam keterangannya, Rabu, 7 September 2022.
Dia mengkritisi alasan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi dengah dalih mengurangi beban APBN sebagai langkah yang kurang bijak. Ia bilang kebijakan itu tak tepat karenan akan mengorbankan masyarakat.
Menurut dia, kenaikan BBM bersubsidi terutama jenis Pertalite dan Solar yang proporsi jumlah penggunanya di atas 70 persen akan memantik inflansi. Hal ini yang akan membebani masyarakat.
"Jika Pertalite kenaikannya sampai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflansi diperkirakan akan mencapai 0,97 persen sehingga inflansi bisa mencapai 6,2 persen tahun ke tahun," jelas Wiryawan.
Dia bilang dengan kondisi seperti itu maka akan perburuk daya beli dan konsumsi masyarakat. Hal itu yang akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Pun, dia menambahkan dengan membengkaknya beban APBN jadi alasan jika harga BBM bersubsidi tak dinaikkan sebagai bentuk kegagalan pemerintah. Ia mengkritisi kegagalan ini menyangkut pengawasan penggunaaan APBN yang banyak diserap oleh belanja kementerian atau lembaga yang tak produktif.
Lebih lanjut, ia menyoroti keberasaan proyek-proyek nasional dengan biaya yang besar. Apalagi ditambah lagi korupsi dan masih banyaknya mafia di sektor migas dan pertambangan. "Sehingga pendapatan negara menjadi tidak maksimal," tuturnya.
Hikmahbudhi menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan efek domino yang merugikan masyarakat terutama kelas menegah ke bawah. Maka itu, ia menyarankan, pemerintah mesti bisa mengambil jalan tengah yaitu fokus pada pembatasan pengunaan BBM bersubsidi yang 60 persen tak tepat sasaran.
"Seperti misalnya hanya kendaraan roda dua dan angkutan umum yang boleh, menggunakan Pertalite dan Solar, ketimbang hanya memutuskan mengambil jalan pintas yaitu menaikkan harga BBM bersubsidi yang akan mengorbankan dan membebani masyarakat," ujar Wiryawan.
Kemudian, ia menambahkan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional, pemerintah tak sepatutnya menambah beban masyarakat. Apalagi dalihnya kenaikan BBM karena membebani APBN.
Dia menekankan penggunaan APBN untuk subsidi masyarakat, cuma 38,5 persen dari pagu anggaran. Selebihnya, APBN juga dibebani atau penyerapannya banyak oleh hal-hal yang tidak produktif.
"Maka dari itu pemerintah juga harus fokus pada penggunaan APBN yang produktif. Jangan sebaliknya mengurangi bantuan/subsidi masyarakat, seperti realokasi anggaran belanja kementrian atau lembaga yang tidak produktif," jelasnya.