Bukan Pelanggaran HAM Berat, Dalih Komnas HAM Setop Usut Kasus Sambo

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menghentikan penyelidikan kasus kematian Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan menyerahkan pada polisi yang mengusutnya karena peristiwa itu tidak dapat dikategorikan sebagai kejahatan pelanggaran HAM berat.

Jika kasus yang melibatkan mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo itu dipaksakan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, Komnas HAM meragukan bahwa para korban dan keluarganya akan mendapatkan keadilan.

"Orang enggak paham, kalau seandainya kita katakan ini sebagai dugaan pelanggaran HAM berat, maka Komnas HAM harus menyetop penyelidikan polisi, karena bukan ranah polisi," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta, Senin, 29 Agustus 2022. (Baca: Ketua Komnas HAM Beber Alasan Kasus Sambo Bukan Pelanggaran HAM Berat)

Ferdy Sambo, Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Taufan menjelaskan, sesuatu yang diduga sebagai pelanggaran HAM berat, semata-mata menjadi ranah Komnas HAM. Artinya, polisi dan bahkan jaksa harus mengentikan penyelidikan jika Komnas HAM memutuskan satu kasus sebagai pelanggaran HAM berat.

Komnas HAM lantas membentuk tim ad hoc yang terdiri dari petugas Komisi dan berbagai unsur tokoh masyarakat yang dianggap kredibel dan berintegritas. Tim ad hoc bekerja secara tertutup dan tidak akan ada informasi ke publik, termasuk kepada pers, sebelum hasil penyelidikannya diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.

Masalahnya, menurut Taufan, seperti halnya hampir semua hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus-kasus kejahatan yang ditengarai sebagai pelanggaran HAM berat, Kejaksaan selalu mementahkannya dan menyatakan tidak layak untuk diproses hukum.

Ayah kandung Brigadir J, Samuel Hutabarat, di Kantor Kemenko Polhukam.

Photo :
  • VIVA/ Rahmat Fatahillah Ilham.

Begitu pula jika kasus kematian Brigadiri J ditangani Komnas HAM karena, misal, ditengarai sebagai pelanggaran HAM berat. "Saya yakin Jaksa Agung pasti menolak, karena tahu tidak ada unsur-unsur pelanggaran HAM beratnya," katanya. "Betapa sia-sianya waktu kita buang tapi tidak ada keadilan."

Hak atas keadilan bagi para korban maupun keluarganya, kata Taufan, akan tertutup karena, ketika telah ditetapkan menjadi ranah Komnas HAM, polisi dan jaksa tidak boleh menyelidikinya. Begitu pula dalam kasus kematian Brigadir J; polisi dan jaksa tak memiliki dasar untuk mengusutnya sampai menghukum para pelakunya.

Lain halnya jika kasus tersebut diusut sesuai ketentuan pidana umum, sebagaimana yang terjadi sekarang, polisi dan jaksa dapat mengusutnya sampai semua pelakunya diadili dan dihukum. "Dengan mekanisme pidana umum--pasal 340, 338, 556 [KUHP]--kalau kita awasi dengan benar, dua-tiga bulan lagi akan ada persidangan, yang menghasilkan vonis. Keadilan bagi almarhum Yosua dan keluarganya bisa didapatkan," katanya.