Cerita di Balik Wawancara Eksklusif Ferdy Sambo

Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Satu tim VIVA yang terdiri dari empat orang memasuki pintu utama gedung Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, hanya melewati satu pos pemeriksaan keamanan.

Tak banyak ditanya. Setelah masing-masing dites antigen untuk deteksi dini penularan COVID-19, dan dipastikan semuanya negatif virus corona, tim diizinkan masuk dan diantar ke ruangan transit. Tim menunggu sekira sepuluh menit, kemudian dipersilakan masuk ke ruangan lain.

Di ruangan tersebut, telah menunggu seorang pria berseragam dinas polisi duduk di kursi di balik sisi ujung meja persegi panjang untuk rapat terbatas. Di atas permukaan meja di hadapannya terdapat sebilah papan nama berukir logo Polri di bagian atasnya dan tulisan "Kadiv Propam" di bawahnya.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Si pria berseragam dinas polisi, pada siang hari itu, Jumat, 12 November 2021, memang telah dijadwalkan menerima tim VIVA untuk wawancara secara eksklusif. Dua tanda bintang di kerah kiri dan kanan baju seragamnya menjadi petunjuk jelas bahwa dia berpangkat inspektur jenderal. Namanya Ferdy Sambo.

Garda terdepan citra Polri

Sang jenderal menyambut dengan senyum kehadiran tim VIVA di dalam ruangannya. Sikapnya tenang, seolah-olah telah mempersiapkan dengan baik materi untuk sesi wawancara tersebut, terutama seputar masalah pelanggaran oknum-oknum polisi di seantero Indonesia.

Kala itu, sepanjang setahun terakhir, banyak kejadian pelanggaran oknum polisi, dari yang berpangkat brigadir sampai inspektur jenderal; dari yang bermotif kriminal, pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, hingga terlibat suap. Namun si pewawancara memulai tanya-jawab dengan topik umum tentang upaya Polri mereformasi diri, satu kebijakan besar yang telah dicanangkan seiring reformasi sejak tahun 1998.

Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Setelah mengonfirmasi secara singkat profil Ferdy Sambo, termasuk karier profesionalnya selama dua puluh enam tahun tahun di bidang reserse dan kasus-kasus besar yang pernah dia tangani, pewawancara mengajukan satu pertanyaan yang mencoba menyangsikan kapasitasnya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. "Anda bisa apa?"

Ferdy Sambo memperlihatkan senyumnya lagi lantas memberikan jawaban tentang riwayatnya hingga diamanati jabatan sebegitu tinggi di Polri. Dia mengoreksi anggapan publik bahwa Propam merupakan divisi tak bergengsi dan dengan prestise minim. "Justru Divisi Propam ini adalah yang menjadi brand ambassador Polri," katanya. "Karena," dia melanjutkan, "mottonya itu 'garda terdepan penjaga citra Polri dan benteng terakhir pencari keadilan'."

Dengan mesem namun tampak berusaha untuk tetap memberikan penjelasan secara sungguh-sungguh, Sambo mengatakan, "... bagaimana kami bisa menjadi garda terdepan dan menjaga citra Polri kalau Propam sendiri tidak bisa menjaga citra Propam." "Dan bagaimana Propam ini bisa menjadi benteng terakhir pencari keadilan," ujarnya, sembari kembali tersenyum, "kalau Propam ini kemudian tidak melakukan hal-hal yang baik."

Aksi 'smackdown' 

Dia menjawab dengan lugas pandangan negatif publik terhadap Polri bahwa lembaga kepolisian itu tidak banyak berubah setelah lebih dari dua puluh tiga tahun mencanangkan reformasi. Dengan sesekali mesem, dia mengulas telah begitu banyak perubahan yang dilakukan Polri, dari aspek internal maupun eksternal berupa pelayanan publik.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Dalam hal rekrutmen anggota Polri, misalnya, dia mencontohkan, sekarang telah secara transparan dan tanpa biaya. Di bidang pelayanan publik, dia mengakui, dahulu tidak sedikit masyarakat yang dipungut biaya jika ingin mengadukan sesuatu kepada polisi. Tetapi sekarang tidak, katanya.

"Jadi, kalau tadi dibilang tidak ada perubahan," katanya, kembali tersenyum, "saya pikir, banyaklah yang dilakukan perubahan itu. Dua puluh tahun lebih, saya pikir, banyaklah [perubahan]."

Pewawancara berusaha menyanggah argumen sang jenderal, menyatakan bahwa kenyataannya masih cukup banyak polisi yang tidak bertindak profesional; alih-alih melindungi dan mengayomi malah menganiaya warga. Peristiwa oknum polisi membanting seorang mahasiswa peserta demonstrasi di Tangerang, Banten, pada Oktober 2021, contohnya.

Sambo memberikan respons yang lebih dari sekadar senyum ketika diminta tanggung jawabnya atas peristiwa penganiayaan tersebut, yang warganet sebut sebagai aksi 'smackdown'. Dia tersenyum lebih lebar dan bahkan terkekeh. "Pastinya," katanya, setelah menguraikan bahwa polisi pengamanan telah dilatih prosedur-prosedur pengendalian massa dan pengendalian diri, "komandan di lapangan harus bertanggung jawab."

"Komandannya kita sikat"

Dia mengulangi pernyataannya sebelumnya tentang siapa yang mesti dimintai pertanggungjawaban kalau ada polisi yang melanggar aturan atau melakukan tindak pidana. "Apabila ada pelanggaran yang dilakukan anggota," ujarnya, tanpa senyum, "maka dua tingkat pimpinan di atasnya harus bertanggung jawab."

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Para polisi di lapangan, dia menekankan, juga memerlukan pimpinan yang berintegritas dan disiplin sebagai pengawas bawahannya. Dalam hal polisi yang bertugas pengamanan aksi unjuk rasa, misalnya, yang bertanggung jawab adalah komandan di lapangan. "Komandannya harus kuat; kalau komandannya enggak kuat, komandannya kita sikat."

Selama sesi wawancara khusus itu, sepanjang 55.66 menit, Sambo nyaris selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lugas disertai senyuman. Sesekali, terutama jika menyangkut masalah pelanggaran serius, dia memberikan penekanan suara ketika menyatakan "pecat", "sikat", "PTDH"--(Pemberhentian Tidak Dengan Hormat), "pidanakan". Ditambah isyarat tubuh dengan mengacungkan telunjuk, atau mengepalkan telapak tangan kanannya.

Sesekali juga dia berterus terang mengakui bahwa memang ada saja polisi yang nakal meski telah dilatih untuk disiplin dan tidak melanggar aturan. Namun di sisi lain, dia mengklaim, secara kuantitas jumlah pelanggaran polisi jauh menurun sepanjang tahun 2021.

Bincang-bincang serius tetapi santai di ruang kerja sang jenderal itu diakhiri dengan beradu siku sebagai pengganti berjabat tangan, salah satu protokol kesehatan yang berlaku secara umum kala itu untuk mencegah penularan virus corona. Segera setelah kamera video dimatikan, Ferdy Sambo meminta izin untuk lebih dahulu meninggalkan ruangan karena dia ada agenda rapat dengan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.