Kasus Jual Beli BBM Non-Tunai Naik Penyidikan, Negara Rugi Rp 451,6 M

Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo
Sumber :
  • Polri

VIVA Nasional – Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam perjanjian jual beli bahan bakar minyak (BBM) non tunai antara PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) tahun 2009-2012 naik statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan peningkatan status kasus tersebut dilakukan usai pihaknya melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan gelar perkara.

"Setelah dilakukan pemeriksaan saksi baik dari pihak terkait dan ahli-ahli, kasus ini dinaikkan menjadi penyidikan," ujar Dedi dalam keterangan tertulis, Senin, 22 Agustus 2022.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo

Photo :
  • Polri

Kata Dedi, kasus dugaan korupsi jual beli BBM non tunai ini berawal di tahun 2009 sampai 2012. Saat itu, PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) melakukan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak (BBM) secara non tunai dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang ditandatangani oleh Diretur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.

Dalam kontrak tersebut, volume pengiriman BBM non tunai yang dikirimkan dari 2009 sampai 2010 mencapai 1.500 KL perbulan. Selanjutnya, dari 2010 sampai 2011, PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 KL perbulan (Addendum I). 

Kemudian, pada tahun 2011 sampai 2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 KL perpemesanan (Addendum II).

"Bahwa pada proses pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan / otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas 50 M berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 Tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi," sambungnya.

Truk tangki Pertamina pengangkut BBM.

Photo :
  • Pertamina

Dedi menerangkan, PT AKT tidak melakukan pembayaran atas pengiriman BBM sejak tanggal 14 Januari 2011 - 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp 19,751,760,915,- dan USD 4,738,465.64 atau senilai Rp. 451,663,843,083,20.

Dalam hal ini, Direksi PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak terhadap penjualan BBM non tunai kepada PT AKT yang tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah dikirimkan dan Direksi PT PPN tidak ada upaya untuk melakukan penagihan. 

"Tidak adanya jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM Non tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelasnya.

Adapun BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, sebesar Rp. 451.663.843.083,20.

Berdasarkan data yang disiapkan akuntansi hutang piutang PT PPN diketahui volume BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT. AKT keseluruhannya adalah 154.274.946 liter atau senilai Rp. 278.590.775.399 dan USD 102.600.314.

"Dari hasil penyelidikan, ada dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT. pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," beber Dedi.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, Dedi menilai adanya indikasi kerugian yang dialami negara buntut dari pengeluaran jumlah BBM yang dikeluarkan oleh PT Pertamina Patra Niaga kepada PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran. Kerugian negara atas kasus ini sebesar Rp 451.663.843.083,20.