Penyelesaian Kasus Perusakan Terumbu Karang di Raja Ampat Mandek

Terumbu karang Raja Ampat yang rusak akibat dilindas kapal MS Caledonian Sky
Sumber :
  • VIVA.co.id/maritim.go.id

VIVA Nasional - Kasus perusakan terumbu karang di Pulau Kri, Raja Ampat, Papua Barat yang dilakukan kapal pesiar MV Caledonian Sky belum menemui titik terang. Meski sudah lima tahun dan melibatkan tiga kementerian, tapi kasus tersebut mandek.

Pemkab Raja Ampat dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi Papua Barat memercayakan penyelesaian kasus ini kepada pemerintah pusat. Dalam kasus ini, kerap muncul perbedaan pendapat antar pihak terkait wilayah kerusakan. Untuk diketahui, luas wilayah kerusakan terumbu karang terdampak mempengaruhi jumlah ganti rugi.

Ketua Adat Suku Maya Yohanis C Arampeley menyampaikan sejak 2017, pihaknya sudah mengingatkan pemerintah agar menuntaskan kasus ini. Salah satunya, kata dia, dengan melibatkan warga setempat sebagai pemilik hak ulayat darat dan laut kawasan tersebut.

“Kewajiban pemerintah melibatkan masyarakat adat memiliki dasar hukum yang kuat sesuai UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang diubah menjadi UU Nomor 35 Tahun 2008," kata Yohanis, dalam keterangannya, Selasa, 9 Agustus 2022.

Kapal Pesiar MV Caledonian Sky

Photo :
  • Istimewa

Dia menjelaskan aturan tersebut menyangkut status hukum masyarakat adat dengan hukum adat. Yohanis menyinggung dalam UU Lingkungan Hidup juga menegaskan batas wilayah dan hak adat. 

Pun, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Yayasan Kalanafat Maurits Arempele mengatakan sudah menyurati pemilik kapal. Dia bilang pihaknya mengajaknya untuk melakukan survei independen dengan kajian saintifik. Tujuannya  untuk mengukur luas area terdampak. 

“Surat disambut baik dan dibalas manajemen MV untuk mendiskusikan langkah-langkah survei. Yang perlu disepakati adalah luas area kerusakan serta program restorasinya," jelas Maurits. 

Menurut dia, kasus perusakan terumbu karang oleh MV Caledonian Sky bisa jadi sengketa hukum internasional. Hal ini lantaran karena subjeknya kapal berbendera Bahama. 

Dia menyinggung deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on The Rights of Indigenous Peoples). Menurut dia, penyelesaian kasus kapal pesiar MV Caledonian Sky dapat menggunakan instrumen hukum internasional dengan merujuk pada UNCLOS dan IMO.

Terumbu karang di Pulau Kri, wilayah Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua

Photo :
  • Istimewa

Begitu juga menurutnya Unesco dan International Maritim Organisation yang mengakui hak wilayah laut dan adat dalam penetapan word heritage. Dia lalu menyinggung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak adat dan berlakunya hukum masyarakat adat serta status MLA (MarineProtected Area) dan ketentuan UNCLOS 1982. 

Selain itu, undang-undang Internasional yang diatur dalam kesepakatan UNCLOS 1982 pasal 193 tentang kedaulatan negara untuk pemanfaatan sumber daya alam. Kemudian, Pasal 235 tentang tanggung jawab dan ganti rugi jadi tanggung jawab pihak MV mengganti segala kerugian dan kerusakan yang timbul. 

Pemerintah dalam kasus MV menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 87 ayat (1) dan (2), serta Hukum Adat dan Kearifan Lokal. 

“Dalam hal ini, adat lokal melindungi tanah dan laut sebagai kearifan lokal. Hak adat yang dihormati hukum Indonesia serta status Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat, di mana pemerintahan dan masyarakat adat duduk bersama," jelas Maurits.

MV Caledonia Sky yang berbendera Bahama dioperasikan perusahaan Swedia saat menabrak terumbu karang di perairan Raja Anmpat, Sabtu, 4 Maret 2017. Kapal nahas yang mengangkut 102 penumpang tetap melenggang usai merusak terumbu karang sepanjang ratusan meter.

Saat itu, kapal itu  ke Raja Ampat karena para penumpangnya yang melakukan tur pengamatan burung di Pulau Waigeo.