Gandeng PPATK, Kemensos Bentuk Satgas Awasi Lembaga Filantropi

Mensos Tri Rismaharini bertemu Kepala PPATK Ivan Yustiavanda.
Sumber :
  • Dokumentasi Kemensos

VIVA Nasional – Kementerian Sosial (Kemensos) akan membuat satuan tugas (Satgas) bersama, salah satunya menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait masalah pengawasan yayasan pengumpul uang dan barang atau lembaga filantropi

"Bukan hanya soal izin pengumpulan uang dan barang, tapi juga bansos. Jadi bansos, nah hari ini, tadi saya sampaikan atau nanti kalau bisa dikembangkan akan kita diskusikan lebih intens lagi," kata Menteri Sosial Tri Rismaharini di kantornya, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2022. 

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavanda mengatakan, tujuannya agar yayasan atau lembaga pengumpul uang dan barang itu dapat mengelolanya secara baik. 

Mensos Tri Rismaharini bertemu Kepala PPATK Ivan Yustiavanda.

Photo :
  • Dokumen Kemensos

"Jadi akan segera kita bentuk Satgas bersama terkait bagaimana yayasan PUB bisa dikelola dengan benar, secara pruden, akuntabilitas tidak terjadi kasus-kasus seperti yang ditangani penegak hukum," ujar Ivan. 

Selama ini, PPATK bekerja sama dengan Kemensos sudah sangat kuat dalam beberapa hal. 

"Dan terkait kasus yang marak sekarang, kami mencoba lebih intensif lagi dengan teman-teman Kemensos, bagaimana langkah pemerintah ini khususnya dari sisi PPATK mrmbantu beliau dalam upaya melindungi kepentingan masyarakat," ujarnya. 

Nantinya, ada kerja bareng dari tim Kemensos dengan tim PPATK salah satunya soal masalah bansos. 

Kepala PPATK Ivan Yustiavanda dalam Konfrensi Pers Kasus ACT.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Kami punya list data kan, perizinan misalkan, kemudian bansos misalkan. Nah bansos ini kan, ya mohon maaf ya, saya juga temukan gitu loh. Nilainya itu diberikan itu misalkan Rp200 ribu, seperti sembako itu, tapi ternyata enggak, kalau dihitung nilainya itu ndak sampai 200 ribu," katanya. 

Ia menambahkan, "Nah saya pengen mendalami, ini kan kemudian kembaliannya tidak diserahkan ke penerima. Nah ini kemana, uang ini. Nah kemana, dan itu pernah tak hitung di suatu daerah saja, itu satu bulan bisa sampai Rp4 miliar sampai Rp6 miliar."