Diperiksa Marathon Berhari-hari, Ibnu-Ahyudin Mengaku Amat Lelah

Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin didampingi pengacaranya memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022.
Sumber :
  • ANTARA/Laily Rahmawaty

VIVA Nasional– Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin telah selesai menjalani pemeriksaan hari keempat oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri pada Rabu, 13 Juli 2022. Usai diperiksa, Ibnu-Ahyudin mengaku merasa amat lelah.

“Saya sudah capek. Makasih ya. Insya Allah besok jam 1 dimulai lagi,” kata Ahyudin pada Rabu malam, 13 Juli 2022.

Saat menjalani pemeriksaan di Bareskrim, Ahyudin mengaku bertemu dengan Ibnu Khajar. Namun ia hanya memberi salam saja tidak sempat berbicara dengan Ibnu Khajar ketika bertemu di Bareskrim. 

“Itu sudah bagus salaman. Itu kan sahabat saya. Sampai kapan pun sahabat saya,” ujar Ahyudin.

Sementara, Ibnu Khajar juga mengaku kelelahan usai menjalani pemeriksaan penyidik Bareskrim. Karena menurut dia, penyidik telah melakukan pemeriksaan secara maraton berturut-turut sejak Jumat, 8 Juli 2022.

“Saya lelah. Belum tahu (besok diperiksa lagi atau tidak). Saya istirahat dahulu ya, saya lelah. Maraton 4 hari,” kata Ibnu Khajar.

Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan bahwa hasil penyelidikan, diketahui Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengelola dana sosial/CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610.

"Namun pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut," kata Ramadhan pada Sabtu, 9 Juli 2022 lalu.

Menurut dia, saat itu Yayasan ACT dipimpin oleh Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus. Diduga mereka melakukan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.

"Kedua pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR dan tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut yang merupakan tanggungjawabnya," kata Ramadhan.

Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018 untuk mengelola dana sosial/CSR sebesar Rp138.000.000.000.

Sementara, masing-masing ahli waring mendapat dana sosial/CSR sebesar USD 144.500 atau setara Rp2.066.350.000 yang tidak dapat dikelola langsung, melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan dalam hal ini Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

"Pada saat permintaan persetujuan kepada pihak Boeing dari para ahli waris korban, pihak Yayasan ACT sudah membuat format berupa isi dan/atau tulisan pada email yang kemudian meminta format tersebut untuk dikirimkan oleh ahli waris korban kepada pihak boeing sebagai persetujuan pengelolaan dana sosial/CSR," ujarnya.