Kurang Dana, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Terancam Diundur

Kereta Cepat Jakarta Bandung KCIC.
Sumber :
  • PT KAI

VIVA Nasional – Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo menginformasikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terancam diundur, ia juga menyebut kekurangan dana menjadi penyebab proyek ini terhambat.

Didiek mengatakan, permasalahan tersebut terjadi karena dana Penyertaan Modal Negara (PMN) belum kunjung cair. Ia juga mengatakan kas yang dimiliki PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) hanya mampu bertahan hingga bulan September 2022.

Dirut KAI itu juga menyampaikan, jika PMN tidak bisa cair tahun ini, maka proyek KCJB yang direncanakan beroperasi pada Juni 2023 terancam mundur.

“Apabila ini tidak cair di tahun 2022 maka penyelesaian kereta cepat akan terhambat. Cash flow dari PT. KCIC akan bertahan sampai September. Bila tidak ada maka jadwal beroperasi pada Juni 2023 akan terancam mundur,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI, Rabu 6 Juli 2022.

Menurutnya, sejak awal pengerjaan proyek ini memang bermasalah karenakan tidak dirancang oleh perusahaan kereta api. Dan pada 2019, lanjut Didiek, proyek ini sempat mengalami keterlambatan akibat masalah pembebasan lahan.

Tunnel 2 Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Photo :
  • Dokumentasi KCIC.

Didiek menjelaskan PT KAI diminta masuk menjadi lead sponsor setelah dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 tahun 2021 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

“Baru dengan keluarnya Perpres 93 tahun 2021 kemarin PT Kereta Api Indonesia betul-betul menjadi lead sponsor daripada kereta cepat ini," lanjutnya.

Ia juga menginformasikan dalam rapat tersebut, pihaknya berhasil menemukan pembengkakan biaya yang cukup banyak, cost overrun mencapai 1,1 miliar dolar AS sampai 1,9 miliar dolar AS.

“Cost kereta cepat ini 6 miliar dolar pada awalnya. Nah estimasi cost overrun cukup banyak, totalnya bisa mencapai 1,176 miliar Dolar AS sampai 1,9 miliar Dolar AS,” pungkas Didiek.

Menurut Informasi Didiek, Pembengkakan biaya ini terdiri akibat dari pembebasan lahan, Engineering, Procurement and Construction (EPC) dan relokasi jalur.