Drama Penangkapan Mas Bechi Usai 15 Jam Dikepung Polisi
- tvonenews.com
VIVA Nasional – Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) kini sudah tak bisa berulah lagi. Pria yang merupakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus pencabulan santriwati itu akhirnya sudah dalam belenggu polisi.
Mas Bechi adalah putra dari seorang kiai ternama di Jombang, Jawa Timur, KH Mukhtar Mukhti, pemilik Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah. Ia akhirnya menyerahkan diri setelah aparat kepolisian mengepungnya selama kurang lebih 15 jam.
Penangkapan Mas Bechi diwarnai drama. Bagaimana tidak, ratusan polisi telah mengepung area ponpes yang luasnya sekitar 5 hektare persegi itu sejak Kamis, 7 Juli pukul 07.00 WIB. Mereka mengenakan pakaian dan senjata lengkap.
Polres Jombang dan Polda Jatim mengerahkan kekuatan penuh karena mendapat informasi akan ada perlawanan dari kubu Bechi. Apalagi pada upaya penangkapan hari Minggu, 3 Juli, sempat ada pria yang nyaris menabrak polisi demi menghalangi pihak berwenang meringkus Mas Bechi.
Benar saja, saat petugas mendatangi lokasi Ponpes Shiddiqiyyah, sejumlah simpatisan dan santri berupaya menghalangi upaya penangkapan Mas Bechi. Mereka memblokade ponpes mencegah polisi masuk. Sempat terjadi aksi saling dorong antara petugas dengan para santri.
Meski demikian, polisi tetap berhasil masuk. Mereka lalu menangkap sejumlah orang yang berupaya menghalangi proses penangkapan DPO kasus pencabulan itu.
"Tadi yang kami amankan sekitar 60 orang dan di dalam itu masih ada beberapa yang kita periksa, kita pilah-pilah," ujar Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Dirmanto.
Malam hari, total ada 320 orang santri yang diamankan kepolisian. Mereka ditahan dan diperiksa di Polres Jombang karena menghalangi upaya penjemputan paksa Mas Bechi.
Banyak Ruang Rahasia
Kombes Pol Dirmanto mengatakan saat itu pihaknya membutuhkan waktu untuk menangkap anak kiai yang masuk daftar pencarian orang (DPO) kasus pencabulan. Pasalnya, Ponpes Shiddiqiyyah Jombang memiliki luas 5 hektare persegi.
Bangunannya pun ada banyak. Oleh karena itu, polisi masih harus memeriksa bangunannya satu per satu.
"Kami sedang hunting, kami sedang periksa satu persatu bangunan-bangunan yang ada di dalam. Sampai sekarang masih proses untuk pencarian yang bersangkutan," ujarnya.
Setelah disisir satu per satu, petugas menemukan banyak ruang rahasia di kawasan Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, ketika mencari Mas Bechi, tersangka pencabulan santriwati.
"Banyak sekali ruangan di sana yang kosong, yang tersembunyi banyak, sehingga kami terus menggeledah ruangan itu," kata Dirmanto.
Proses pencarian memakan waktu karena keluarga enggan untuk menyerahkan tersangka.
Akhirnya Menyerahkan Diri
Menjelang tengah malam, Mas Bechi akhirnya menyerahkan diri dan langsung digiring ke Polda Jatim untuk jalani pemeriksaan.
Rombongan mobil pembawa Mas Bechi telah tiba di Mapolda Jatim Jumat, 8 Juli sekitar pukul 00.55 WIB. Ada sekitar 20 mobil dalam iring-iringan itu yang dikawal sekitar 4 mobil patroli pengawalan.Tidak terlihat jelas di mobil mana Mas Bechi berada.
Mas Bechi dibawa tanpa didampingi ayah dan ibunya. Meski begitu, ayah dan ibunya diperkenankan untuk melihat Bechi di Polda Jatim.
"Kami tidak membawa Ibu Nyai dan Pak Kiai. Tapi kami perkenankan beliau berdua untuk melihat anaknya," kata Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta kepada wartawan.
Kronologis Kasus yang Membelit Mas Bechi
Kasus pencabulan tersebut sudah mendapatkan atensi kepolisian setempat sejak Mas Bechi dilaporkan telah melakukan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah.
Laporan tersebut diterima pada 2019 silam oleh Polres Jombang dan terdaftar dengan nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Mas Bechi dilaporkan atas dugaan pencabulan, pemerkosaan, hingga kekerasan seksual pada tiga santriwati dengan beberapa modus, salah satunya dengan mengadakan sebuah wawancara medis. Nahasnya, laporan dari korban sempat mengalami beberapa hambatan. Salah satunya, laporan tersebut sempat dihentikan oleh Polres Jombang lantaran tidak memiliki bukti lengkap.
Selain itu, kasus tersebut sempat dua kali ditolak di tahap praperadilan, yakni pada 2021 satu silam. Bahkan, pada proses praperadilan tersebut, Mas Bechi sempat menuntut ganti rugi senilai Rp 100 juta sekaligus menuntut pemulihan nama baiknya.
Tak cukup di situ, pada tahun yang sama jaksa juga menolak berkas kasus selama 7 kali. Kini, kepolisian mulai membuka babak baru penyelidikan kasus tersebut hingga menetapkan Mas Bechi sebagai DPO.
Mengaku Difitnah
Mas Bechi merupakan seorang putra kiai dan menjadi seorang pengurus pondok. Hal tersebut membuat dirinya disegani oleh pengikutnya.
Sejak 2020 silam, penyelidikan tersebut diambil alih langsung oleh Polda Jatim. Melalui Ditreskrimum Polda Jatim, Mas Bechi berhasil ditetapkan sebagai seorang tersangka. Meski demikian, kepolisian kerap menghadapi hambatan dalam menjemput paksa Mas Bechi dalam rangka melanjutkan penyelidikan.
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam mencari keberadaan Mas Bechi datang dari sosok ayahnya sendiri.
Kapolres Jombang AKBP Moch Nurhidayat bersama beberapa aparat kepolisian menjemput paksa Mas Bechi di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Kamis, 7 Juli. Tim kepolisian tersebut bertemu dengan sosok ayah mas Bechi, Kiai Muhammad Muchtar Mu'ti yang menyambut mereka.
Meski sempat mengaku akan langsung mengantarkan anak ke kantor polisi, Kiai Muchtar mengaku anaknya difitnah atas tuduhan kasus pencabulan tersebut.
“Demi untuk keselamatan kita bersama. Demi kejayaan Indonesia Raya. Untuk kebaikan kita bersama. Masalah fitnah ini, masalah keluarga,” ujar Kiai Muchtar.
Izin Pesantren Dicabut
Buntut kasus ini, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, mengungkapkan jika nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” tegas Waryono.
Tindakan tegas ini diambil karena salah satu pemimpinnya yang berinisial MSAT merupakan DPO kepolisian. Dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri. Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.