Bahasa Daerah di Indonesia Mulai Hilang, 38 Kini Direvitalisasi

Konferensi pers Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa soal revitalisasi bahasa
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Kementerian Pendidikan  Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) berencana melakukan revitalisasi puluhan bahasa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah yang merupakan kekayaan keragaman budaya.

Pada tahun 2022 ini, jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi yaitu Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara dan Papua. 

"Sejak minggu yang lalu tim kami melakukan sosilisasi, alhamdulillah bagus sekali," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa E. Aminudin Aziz dalam konferensi pres di BSD, Tangerang Selatan, Banten pada Jumat, 1 Juni 2022. 

Kata dia, untuk anggaran revitalisasi bahasa daerah itu secara keseluruhannya mencapai Rp31,9 miliar. Dalam revitalisasi ini akan dilibatkan guru, pemerintah daerah, guru, siswa, akademisi dan tokoh masyarakat. 

Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. 

"Indonesia ini punya bahasa daerah nomor 2  terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini. Papua Nugini 815-an. Indonesia 718," katanya.
 
Oleh karena itu dia meminta kepada kepada kepala Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan untuk tahun ini diberi pilihan bahasa mana saja yang akan direvitalisasi. Seperti halnya di Nusa Tenggara Timur itu 72 bahasa. 

"Tanyakan kepada masyarakat bahasa daerah mana yang mau direvitalisasi," katanya. 

Lebih lanjut kata dia, ada beberapa persoalan dalam merawat dan melestarikan bahasa daerah di antaranya jumlah penuturnya sudah sangat sedikit dan mereka beralih ke bahasa lain. 

"Terutama Indonesia bagian timur. Ada yang penuturnya kurang dari 100 orang. Ada yang penuturnya kurang dari 50 orang. Sehingga ketika ditawarkan apakah mau direvitalisasi atau tidak. Mereka menjawab siapa lagi yang akan bertuturnya kami juga gak punya kemampuan lagi berbahasa daerah karena susah beralih ke bahasa baru yang lebih fungsional," ujarnya. 

Persoalan lain adalah migrasi dari satu tempat ke tempat lain contohnya dari Nusa Tenggara Timur, dan Papua pindah ke Jakarta. 

"Atau ada bencana, ketika COVID ratusan ribu orang meninggal. Mereka itu kan penutur bahasa daerah maka berkurang jumlahnya. Namanya bencana ya ancaman maka akan berkurang jumlah penutur bahasa daerah," ungkapnya. 

Berikut daftar 38 bahasa daerah yang akan direvitalisasi: Bali, Sasak, Samawa, Mbojo, Dawan, Manggarai, Kambera, Rote, Abui, Tobati, Sentani, Biyekwok, Sobey, Imbuti, Biak, Komoro, Buru, Kei, Yamedena, Makian Dalam, Sula, Tobelo, Ternate, Makassar, Bugis, Toraja, Kenyah, Paser, Melayu dialek Kutai Kota Bangun. 

Kemudian bahasa Melayu dialek Panai, Batak dialek Angkola, Melayu dialek Serkam, bahasa Sunda, Jawa, Dayak Ngaju, Melaui dialek Kotawaringin, Uud Danum atau Ot Danum hingga bahasa Maanyan. 

Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Fahturahman mengatakan, revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat 718 bahasa daerah di Indonesia sebagian besar kondisinya terancam punah dan kritis dari waktu ke waktu.