Jejak Emirsyah Satar-Soetikno Soedarjo di Sengkarut Korupsi Garuda
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin itu istilah yang tepat untuk menggambarkan kemalangan yang menimpa Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo, dua tersangka baru kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600. ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dan dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Keduanya diduga telah memperkaya diri atau orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
"Kami hari ini mendapat hasil audit kerugian negara PT Garuda, senilai, kalau di-Indonesaian (red-Rupiah) Rp8,8 triliun. Itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam jumpa pers, Senin, 27 Juni 2022.
Emirsyah Satar diketahui merupakan salah satu terpidana kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menjalani penahanan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Selain Emirsyah Satar, nasib buruk juga melanda Direktur PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo. Ia juga ditetapkan sebagai tersangka baru kasus korupsi yang tengah diusut Kejagung.
Sejatinya, kedua tersangka yakni Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo masih menjadi tahanan KPK dan menjalani penahanan di rutan berbeda. Adapun kasus pertama yang menjerat keduanya ialah korupsi Pengadaan dan Mesin Pesawat.
Korupsi Pengadaan Mesin Pesawat
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar didakwa menerima suap terkait sejumlah pengadaan di PT Garuda Indonesia. Suap tersebut berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Terungkap, uang suap tersebut diterima Emirsyah Satar dengan mata uang dan jumlah berbeda-beda, yakni Rp 5.859.794.797, 884.200 Dollar AS, 1.020.975 Euro dan 1.189.208 Dolar Singapura.
Suap ini berkaitan dengan pengadaan Total Care Program mesin Rolls Royce (RR) Trent 700, Pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, Pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, Pesawat pesawat Bombardier CRJ1.000, dan Pengadaan pesawat ATR 72-600.
Selain suap, Emirsyah juga disebutkan pernah menerima gratifikasi dari Soetikno Soedarjo berupa penginapan di Bali senilai Rp 69.794.797 dan penyewaan jet pribadi seharga 4.200 Dollar AS.
Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Dalam proses penyelidikan kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus SAS dan Rolls Royce PLC, KPK menemukan fakta lain berupa adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Emirsyah terkait aliran uang yang diterima dari Soetikno Soedarjo.
Emirsyah Satar diketahui melakukan pencucian uang senilai 1.458.364,28 Dollar Amerika dengan menitipkan dalam rekening Woodlake Internasional di UBS ke rekening milik Soetikno Sodardjo di Standard Chartered Bank.
Emirsyah pun mengalihkan kepemilikan 1 unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road, Singapura kepada Innospace Invesment Holding, serta membayar biaya renovasi ruma di Blok SK nomor 7-8, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan membayar apartemen unit 37 di 005 Kilda Road, Melbourne, Australia.
Vonis Majelis Hakim terhadap Emirsyah-Soetikno
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis delapan tahun penjara kepada mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Selain itu, Emirsyah divonis denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.
Selain pokok, Emirsyah Satar juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar S$2.117.315,27.
Sementara itu, pendiri sekaligus mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo divonis hukum 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yakni 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar subsider 8 bulan.