Obligor BLBI Ungkap 5 Kejanggalan Penyitaan Lapangan Golf di Bogor
- VIVA/Muhammad AR (Bogor)
VIVA – Kuasa Hukum PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE), Lelyana Santosa, protes mengenai penyitaan aset milik PT BRD dan PT BRE oleh Satgas BLBI yang dipimpin oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Menurut Lelyana, ada sejumlah kejanggalan dalam proses penyitaan asest tersebut.
Kejanggal pertama, kata Lelyana, Satgas BLBI menyita barang yang bukan milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang yaitu Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Sehingga tidak sesuai dengan Pasal 165 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 240 Tahun 2016.
"Tanah dan bangunan yang disita terdaftar di Kantor Pertanahan sebagai milik BRD dan BRE dan bukan milik Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono," Kata Lelyana, kepada wartawan, Jumat 24 Juni 2022.
Satgas BLBI menduga aset PT BRD dan PT BRE yang disita memiliki keterkaitan dengan dua pemilik eks Bank Asia Pasific (Aspac) yakni Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Padahal, BRD dan BRE tidak ada sangkut pautnya dengan Aspac maupun dengan Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono.
Kejanggalan kedua, Surat Paksa No. SP-2061/PUPNC.10.00/2019 tertanggal 31 Juni 2019 tidak pernah diberitahukan karena dalam Surat Perintah Penyitaan No. SPS-03/PUPNC.10.01/2022 tertanggal 6 Juni 2022 tidak pernah disebutkan adanya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa. "Karenanya penyitaan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dalam Pasal 163 Peraturan Menteri Keuangan No. 240 Tahun 2016," ujar Lelyana
Temuan kejanggalan ketiga, menurutnya, sebelum penyitaan dilakukan, BRD dan BRE sebagai pemilik dari aset-aset yang disita tidak pernah diberikan kesempatan oleh Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta untuk menyampaikan pendapat dan klarifikasi, sehingga melanggar kewajiban dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Kejanggalan keempat, kata Lelyana, Ketua PUPN Cabang DKI Jakarta tidak mengumpulkan informasi, dan dokumen-dokumen yang relevan untuk menilai jika penyitaan telah memenuhi syarat dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 50 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
"Kejanggalan kelima, Ketua PUPN Cabang DKI Jakarta tidak memberitahukan Surat Perintah Penyitaan No. SPS-03/PUPNC.10.01/2022 tanggal 6 Juni 2022 kepada BRD dan BRE selaku pihak yang terkait dengan penyitaan, dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Administrasi Pemerintahan," ujarnya
Tak Mau Terkecoh Lagi
Sebelumnya, Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Prof Mahfud MD memimpin penyitaan oleh Satgas BLBI atas aset yang terkait dengan obligor PT. Bank Asia Pacific, atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono, dan pihak terafiliasi. Nilai asetnya sekitar Rp2 triliun. Dalam persoalan ini ia tak mau lagi terkecoh dengan debat.
Ia merinci, bentuk asetnya tanah dan bangunan berikut lapangan golf dan fasilitasnya, dua bangunan hotel, dan lain-lain di atas lahan seluas 89, 01 H, di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, atas nama PT . Bogor Raya Development, PT. Asia Pacific Permai, dan PT. Bogor Raya Estatindo.
"Selama ini, kita sepertinya dipaksa untuk menunda-nunda penagihan utang BLBI itu. Pasalnya, setiap ditagih, para obligor / debitur itu selalu mengelak dengan berbagai alasan: ada yang berdalih hitungannya salah, ada yang berdalih besarnya tagihan berbeda - beda antara BPK, BPKP, dan DJKN," kata Mahfud MD dalam akun Instagramnya @mahfudmd di Jakarta? Rabu, 22 Juni 2022.
Kata dia, ada juga yang setiap ada pergantian pejabat, mereka meminta hitung ulang lagi. Ada juga yang ketika ditagih, masih bermasalah dengan sertifikat dan dokumen.
"Ada yang ketika ditagih lalu mengadu ke DPR, dan di DPR terjadi perdebatan antar anggota yang tak putus-putus," ujarnya.
Kemudian, ada juga warga masyarakat yang menilai bahwa secara logika tagihan lebih kecil dari utangnya, tapi mereka tak bisa membuktikan secara hukum, bahkan setelah dimintai keterangan oleh KPK sekali pun.
"Sementara perdebatan berlangsung dan penagihan tertunda, banyak aset obligor yang beralih atau dialihkan, dan obligornya pindah ke luar negeri," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menegaskan, sekarang Pemerintah akan berhenti berdebat dan tak akan berdebat lagi. Sebab, kalau begitu terus, Pemerintah bisa kehilangan obyek maupun hak tagihnya ( misalnya karena daluwarsa ).
"Sekarang, Pemerintah akan terus menagih dan menyita aset. Jangan lagi ada yang menggelapkan aset maupun dokumen. Kalau itu dilakukan, akan kami bidik dgn tindak pidana pencucian uang, korupsi, atau langkah hukum lainnya. Kalau obligor atau masyarakat masih mau berdebat, silakan saja . Tapi kalau kami, akan melayani lewat forum hukum saja," katanya.