Deddy Yevri Sitorus Minta Luhut Tak Mudah Baper ke DPR
- Istimewa
VIVA – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang menyebut anggota DPR tak perlu menyerang dirinya untuk mencari popularitas, mendapat sanggahan dari anggota dewan.
Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus, meminta Luhut tidak anti kritik. Karena kritikan yang dilakukan dewan tersebut adalah fungsi pengawasan sebagai mandat konstitusi DPR.
Persoalan ini mencuat, setelah polemik harga tiket naik ke Candi Borobudur ingin ditetapkan naik menjadi Rp750 ribu. Akhirnya menimbulkan reaksi penolakan dan kritikan dari DPR. Politisi PDIP ini mengingatkan, bahwa fungsi dewan adalah melakukan pengawasan.
“Pak Luhut kan harusnya tahu bahwa sudah tugasnya Anggota DPR melakukan pengawasan dan bentuknya bisa berupa kritik atau masukan”, ujar Deddy, pada Jumat (10/6/2022).
“Seharusnya sebagai seorang pejabat senior beliau paham dan tidak mudah baper, tinggal pilih mana kritik yang argumentatif dan konstruktif dan abaikan yang bentuknya hanya kenyiyiran belaka,” kata Deddy, seperti dalam keterangan persnya, Jumat 10 Juni 2022.
Sebagai anggota Komisi VI DPR dengan bermitar diantaranya dengan TWC dan Injourney yang mengelola Candi Borobudur, pihaknya tahu persis kondisi Candi Borobudur dan perbaikan yang dilakukan selama ini.
Lebih lanjut dijelaskannya, memang selama ini pengelolaan candi tersebut terbukti tidak efektif. Kerusakan yang ada juga karena manajemen pemeliharaan dan pengawasan yang kurang optimal.
Selain itu, jelas dia, tidak ada konsistensi juga dari manajemen untuk memberi panduan kepada wisatawan. Megningatkan dan mengatur flow dan kapasitas pengunjung, hingga soal pemberian sanksi dan sebagainya.
Padahal pengawasan dan edukasi mudah dilakukan, baik secara konvensional maupun dengan menggunakan peralatan CCTV dan multi media.
“Jadi tidak boleh hanya menyalahkan pengunjung, manajemen juga harus berbenah”, kata anggota Dapil Kalimantan Utara itu.
Persoalannya mengenai Candi Borobudur, lanjut Deddy, adalah saat Menko Luhut menyebut kalau kenaikan tiket naik ke candi tersebut dengan alasan konservasi.
“Kalau masalahnya adalah konservasi maka yang harus dibatasi adalah jumlah pengunjungnya dan pengawasan terhadap pengunjung yang naik ke candi, bukan dengan menaikkan tiket sehingga terkesan hanya orang kaya yang boleh naik,” ujarnya.
Menurut Deddy, dirinya tidak keberatan bila jumlah orang yang boleh naik itu dibatasi. Tetapi bukan dengan dasar kemampuan keuangan pengunjung. Dia menilai solusi yang bisa diambil adalah volume orang yang naik dikurangi. Lalu tempat-tempat di atas candi yang bisa dikunjungan juga dikurangi.
“Jadi bukan menaikkan harga tiket secara tidak wajar. Kalau mau ditutup pun silakan kalau itu untuk kepentingan Candi Borobudur sebagai situs warisan untuk dunia. Atau hanya boleh digunakan untuk upacara keagamaan secara terbatas juga tidak masalah, kalau kondisinya memang sudah sangat mengkhawatirkan,” jelasnya.
“Tapi lagi-lagi, tolong jangan diskriminasi pengunjung yang boleh naik berdasarkan kemampuan membeli tiket yang mahal, itu tidak masuk akal,” lanjut Deddy.
Deddy menegaskan dirinya tetap berpendapat bahwa rumusan kenaikan harga tiket menjadi Rp.750.000 dan USD 100 untuk wisatawan asing itu cenderung pertimbangan komersialisasi dan bukan konservasi atau preservasi.
“Apakah motifnya untuk pengumpulan dana buat pemeliharaan atau profit, saya tidak tahu pasti. Nanti pada saatnya kami akan memanggil TWC dan Injourney yang bertanggung jawab sebagai pengelola Candi Borobudur,” ujar Deddy.
“Saya berharap Pak Luhut berpikir secara jernih soal tiket itu. Jika hanya untuk biaya naik ke atas candi, jelas itu yang termahal dibanding situs manapun yang ada di dunia ini. Saya sudah mendapat data dan membandingkan harga tiket itu, terlalu mahal,” katanya.