Instruksi Kapolda Jabar soal Tembak di Tempat Pelaku Begal Dikritik

Polres Bogor membekuk komplotan begal sadis.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhahammad AR

VIVA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam pernyataan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat Irjen Suntana yang menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas pelaku geng motor dan begal. Instruksi itu termasuk dengan cara tembak di tempat.

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menyampaikan, pernyataan Kapolda Jabar tak memikirkan dampak yang akan timbul selanjutnya. Sebab, instruksi tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Instruksi ini jelas berbahaya. Sebab, berpotensi melanggar HAM dan melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur,” kata Rivanlee dalam keterangan, dikutip Minggu 5 Juni 2022.

Dia mengatakan pihaknya memahami dengan keberadaan begal telah memberikan keresahan untuk masyarakat. Namun, tetap harus direspond dengan pernyataan dan langkah kepolisian yang terukur.

Rivanlee mengingatkan langkah gagasan kepolisian diawasi oleh peraturan internal dan perundang-undangan.

"Seperti Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian disebutkan bahwa penggunaan kekuatan harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable)," ujarnya.

Polisi berhasil lumpuhkan dua begal sadis di Tasikmalaya.

Photo :
  • VIVA/ Diki Hidayat.

Kemudian, sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri. Hal ini untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. 

Dia mengatakan, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur.

“Selain itu, Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009 juga menjelaskan mengenai tahapan penggunaan senjata yang mengutamakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. Artinya, keputusan anggota Polisi di lapangan tidak bisa serta merta bertujuan untuk mematikan,” jelasnya.

Pun, Rivanlee menambahkan, aksi begal yang merupakan tindakan kriminal harus didekati dengan pendekatan sistem peradilan pidana. Bukan justru dengan pendekatan represif di lapangan. 

Dia menekankan, pemerintah juga harus melihat persoalan keseluruhan agar akar masalahnya dapat pula terselesaikan.

Melalui hal itu, KontraS meminta Kapolri untuk menegur kinerja Kapolda Jawa Barat. Selain itu, disarankan melakukan audit serta mengevaluasi secara menyeluruh terkait dengan pengerahan kekuatan aparat di lapangan.

“Kapolri harus menertibkan jajarannya agar tidak menerbitkan produk hukum, instruksi, langkah teknis yang melanggar HAM dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Kemudian, dia juga meminta lembaga pengawas eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM dan Ombudsman agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga. Untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan operasi cipta kondisi tersebut.

Selain itu, agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Sebelumnya, Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana memerintahkan anggota yang bertugas di lapangan menindak tegas geng motor dan pelaku begal. Hal itu karena, pihaknya sangat menaruh perhatian terhadap aksi kejahatan di jalanan yang belakangan ini banyak terjadi.

Dia mengatakan dari catatannya, aksi kejahatan hingga kekerasan belakangan ini banyak dilatarbelakangi oleh kelompok-kelompok pemuda atau geng.