Pegiat HAM Sebut Komponen Cadangan Mirip Pamswakarsa

Komponen cadangan 2021
Sumber :
  • Youtube Sekretariat Presiden

VIVA – Kaprodi HI FISIP UIN Jakarta Faisal Nurdin Idris menilai naskah akademik UU No. 23 Tahun 2019 Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara ini tidak dijelaskan secara detail. Selain itu, argumentasi yang dihadirkan dalam naskah akademik ini terlalu dipaksakan.

"Dengan definisi ancaman seperti yang disebut dalam UU PSDN ini, maka spill-over penggunaan Komcad menjadi sangat luas dan berbahaya. Pemerintah harus mendengarkan masukan dari masyarakat sipil secara luas," kata Faisal dalam keterangannya, Jumat 3 Juni 2022.

Menurut Faisal, banyak dampak negatif yang dapat timbul dari penerapan UU PSDN. Dia juga menilai, UU tersebut sangat minim penghormatan terhadap hak-hak individu. 

VIVA Militer: Latihan fisik Komponen Cadangan Pertahanan (Ilustrasi)

Photo :
  • youtube

Pemerintah, lanjut dia seharusnya bisa menjamin hak-hak privasi warga negara, termasuk menghormati hak untuk menolak dimobilisasi untuk perang atau operasi tertentu atas dasar keyakinan atau kepercayaan mereka (conscientious objention).

Pegiat HAM dan Peneliti Centra Initiative, Fery Kusuma, menilai dalam negara hukum demokratis, sebuah UU mensyaratkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sedangkan UU PSDN ini tidak punya atau tidak melindungi hak asasi manusia. Sehingga, banyak ketentuan atau jaminan HAM dalam UUD dilanggar oleh UU PSDN ini. 

"Mengingat sejarah masa lalu, kita kenal ada pamswakarsa atau para milisi, sampai sekarang misalnya juga ada di Papua. Artinya pembentukan Komponen Cadangan juga berpotensi kembali membentuk para milisi seperti yang terjadi di masa lalu, untuk berhadapan dengan mahasiswa atau masyarakat kita sendiri," kata Fery Kusuma.

Peneliti Senior Imparsial dan Dosen FH Univ. Brawijaya, Al Araf menambahkan, proses pembentukan UU ini sangat minim partisipasi pubilk, sehingga UU ini cacat formil. Dimensi ancaman dalam UU PSDN ini juga terlalu luas, ketegori ancaman sangat luas, sehingga bisa dipergunakan untuk kepentingan politik tertentu. 

"Kita ingat dulu pemerintah menggunakan warga sipil untuk menghadapi kelompok sipil lain seperti yang terjadi di Timor Leste. Komponen Cadangan juga berpotensi disalah gunakan sebagaimana yang terjadi di Timor Leste," katanya mengingatkan.

Pada tahun 1998, misalnya lanjut Al Araf juga ada Pamswakarsa yang dibuat untuk menghadapi para aktivis demokrasi. Komponen cadangan berpotensi menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat karena ancaman yang luas. Urgensi pembentukan Komponen Cadangan juga patut dipertanyakan. 

Kalau alasannya untuk memperkuat pertahanan nasional. Maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah memperkuat TNI. Karena raison d’etre pembentukan TNI adalah untuk menghadapi perang. Di sisi lain, 50% alutsista TNI kita juga tidak layak pakai.

"Seharusnya anggaran tersebut dapat difokuskan untuk memperkuat alutsista TNI, melatih dan mendidik prajurit TNI agar lebih professional, dan yang tidak kalah penting mensejahterakan prajurit TNI , bukan malah menghabiskan uang dengan membentuk komponen cadangan," tegas Al Araf.