Tiga Berkas Kasus Korupsi Garuda Diserahkan ke JPU
- Antara.
VIVA - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah menyerahkan tiga berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021 kepada jaksa penuntut umum.
Tiga Orang Tersangka
“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) telah menyerahkan tiga berkas perkara atas nama tiga orang tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia ke jaksa penuntut umum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, pada Kamis, 12 Mei 2022.
Adapun, kata dia, tiga tersangka yang berkasnya diserahkan ke jaksa penuntut umum yaitu AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT. Garuda Indonesia tahun 2012.
Kemudian, lanjut dia, SA selaku Vice President Strategic Management Office PT. Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.
“AB selaku Vice President Treasury Management PT. Garuda Indonesia Tahun 2005-2012,” ujarnya.
Diteliti Selama 7 Hari
Selanjutnya, Ketut menambahkan berkas perkara tersebut di atas akan dilakukan penelitian oleh Jaksa Peneliti (Jaksa P-16) yang ditunjuk dalam jangka waktu 7 hari.
“Tujuannya untuk menentukan apakah berkas perkara dapat dinyatakan lengkap atau belum secara formil maupun materiil (P.18), dan 7 hari untuk memberikan petunjuk (P.19) apabila berkas perkara belum lengkap,” katanya.
Konstruksi Kasus
Ketut menjelaskan posisi kasus bahwa kurun waktu 2011-2021, Garuda Indonesia telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600. Untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dilaksanakan periode 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya.
Satu, kajian Feasibility Study atau Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko tidak disusun atau dibuat secara memadai sesuai prinsip pengadaan barang/jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil, wajar dan akuntabel.
“Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/ jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR,” ujarnya.
Indikasi Suap-Menyuap
Kemudian, adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture. Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut, Garuda Indonesia alami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
“Atas kerugian keuangan negara tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc -Kanada dan perusahan Avions de transport regional (ATR)- Perancis, masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S.- Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) - Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut,” kata dia.
Selanjutnya, Ketut mengatakan penyidik telah meminta perhitungan kerugian keuangan negara kepada BPKP Pusat dan dilakukan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP.
“Sudah disimpulkan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, yang mana proses perhitungannya sedang dilakukan Tim Auditor dari BPKP,” katanya.