Senator Papua Barat: Pemerintah Cenderung Otoriter
- ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
VIVA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Papua Barat, Filep Wamafma, mengkritik keras langkah aparat membubarkan aksi demonstrasi menolak pemekaran provinsi Papua maupun Papua Barat dan menangkapi beberapa orang yang terlibat dalam unjuk rasa itu di Jayapura dan Manokwari pada 10 Mei 2022.
Filep mengingatkan, aparat kemanan tak seharusnya membubarkan kegiatan hingga melakukan penangkapan. Tindakan itu, menurutnya, melampaui kewenangan aparat dalam menjaga demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat bagi masyarakat Papua di muka umum.
“Sesungguhnya demokrasi di Papua masih lemah, khususnya berkaitan dengan penyampaian pendapat di muka umum. Kita harap polisi lebih humanis dan objektif," kata Filep dalam keterangannya, Rabu, 11 Mei 2022.
Dinamika politik di daerah saat ini, kata sang senator, juga terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan membangun komunikasi politik yang intensif ke daerah.
Filep juga menilai, ruang demokrasi di Papua telah ditutup rapat oleh aparat penegak hukum. Itu artinya sudah bertentangan dengan konstitusi negara yang menjamin kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Situasi tersebut kemudian menjadi autokritik bagi pemerintah di era reformasi saat ini.
“Saya memandang bahwa persoalan ini tidak akan pernah selesai ketika pemerintah tidak bijak dan tidak adil dalam penanganan masalah politik di daerah. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar bagi kita tentang kemampuan pemerintah pusat dalam mengelola persoalan politik lokal di Papua," katanya.
"Yang mengherankan adalah ketika lembaga-lembaga formal telah menyampaikan pandangannya kepada pemerintah, yakni Menko Polhukam, Mendagri, Menteri PPN hingga kepada Presiden, secara langsung, namun sampai dengan saat ini kita melihat bahwa pemerintah mengesampingkan aspirasi daerah dan cenderung otoriter,” ujarnya.
Filep berharap pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mampu menjaga harmoni, nilai-nilai kemanusiaan, dan nilai-nilai demokrasi di Papua dengan baik sehingga jauh dari praktik-praktik Orde Baru yang sangat otoriter.
“Hal yang sangat disayangkan saat negara kita kembali mundur ketika berbicara demokrasi. Sudah semestinya nilai-nilai demokrasi berdampak signifikan khususnya di tanah Papua, sehingga tidak ada lagi rakyat sipil yang jadi korban. Apalagi soal menyampaikan pendapat dan gagasan,” ujarnya.
Sudah saatnya, katanya, pendekatan keamanan untuk meredam dinamika politik lokal di Papua dievaluasi. Dia berharap ada perhatian khusus dari Presiden, Panglima TNI, dan Kepala Polri atas situasi politik daerah, saat "pihak keamanan sangat agresif dan cenderung represif yang kemudian menimbulkan situasi politik yang tidak stabil”.