Jadi Saksi Ahli, Pakar Hukum Sebut DPRD Bukan Penyelenggara Negara

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI), Fahri Bachmid.
Sumber :
  • VIVAnews/ Syahrul Ansyari.

VIVA - Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, tahun 2019. Sidang digelar Pengadilan Negeri Kelas 1a Khusus Palembang.

Majelis hakim di Pengadilan Tipikor. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Bersaksi di Bawah Sumpah

“Benar saya telah memberikan keterangan sebagai ahli secara resmi di depan persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas 1a Khusus Palembang, dan majelis hakim telah memeriksa serta menggali keterangan yang telah saya sampaikan di bawah sumpah pada persidangan yang terbuka untuk umum,” kata Fahri kepada wartawan, Kamis, 14 April 2022.

Baca juga: Polisi Ungkap Korupsi Rp6,2 miliar di Pemprov Kepri

Fahri menuturkan dirinya menjadi ahli karena diminta dan diajukan oleh 10 orang mantan anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019 dan periode 2019-2024 yang saat ini menjadi terdakwa dalam perkara dengan Register No. 4/Pid.Sus-TPK/2022/PN Plg tanggal 07 Januari 2022.

Berdasarkan Rumusan UU

Fahri menyampaikan berdasarkan desain hukum dalam konsep pemerintahan daerah, DPRD bukan merupakan organ penyelenggara negara sebagaimana dirumuskan dalam norma pasal 11 dan pasal 12  UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Hal yang demikian telah ditegaskan dan diatur lebih lanjut dalam ketentuan pasal 122 UU No 5/2014 Tentang ASN. Sehingga dengan demikian DPRD secara teknis hukum tidak dapat digolongkan sebagai penyelenggara negara, tetapi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai ketentuan norma pasal 148 UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah,” kata Fahri.

Kasus yang menjerat 10 mantan anggota DPRD Muara Enim merupakan pengembangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap terpidana mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, yang bermula dari OTT KPK terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani, bersama Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupetan Muara Enim, Elfin MZ Muchtar, serta kontraktor bernama Robi Okta Fahlevi. KPK menduga Yani dan Elfin menerima total Rp12,5 miliar dari 16 paket proyek di Muara Enim dari Robi.