Namanya Dicatut Minta Rp800 Juta, Ngabalin: Keluarga Saya Terganggu

Ali Mochtar Ngabalin.
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mendatangi Bareskrim Polri untuk buat laporan atas dugaan pemalsuan tanda tangan atau pencatutan namanya. Ngabalin geram karena namanya dicatut untuk meminta uang Rp800 juta kepada Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis.

Dia mengaku keluarganya merasa terusik dengan isu dirinya meminta uang ratusan rupiah.

“Keluarga saya terganggu. Ini merupakan suatu bentuk ketaatan patuh kita pada konstitusi atas perintah Kepala KSP Pak Moeldoko. Saya mesti datang,” kata Ali Ngabalin di Gedung Bareskrim pada Kamis, 7 April 2022.

Ngabalin datang ke Bareskrim sebagai seorang ayah, suami dari keluarganya dan pegawai di Kantor Staf Presiden (KSP). Selain itu, dia juga sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Badan Koordinasi Mubaligh Seluruh Indonesia.

“Jadi, bagaimana kalau ada orang mencatut nama saya. Kemudian lembaga Kepresidenan seperti itu minta minta uang kan. Agak capek ini memang, karena ini hadiah Ramadhan yang mesti dijalani,” ujarnya.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin

Photo :
  • VIVA/Farhan Faris

Kejanggalan

Ngabalin menyebut ada beberapa kejanggalan atas surat yang beredar terkait minta uang kepada Wali Kota Cirebon. Salah satu kejanggalannya dalam penulisan namanya dan pembubuhan tanda tangan yang menggunakan Bahasa Arab.

"Tangan tangan saya itu huruf Arab, tapi tidak begini. Ini dia menulis Bahasa Arab. Ini orang pasti pintar Bahasa Arab kemudian bisa menulis, karena bagus sekali tulisannya, tanda tangan ini. Jadi, Ali M, M itu Mochtar, hurus mim. Mochtar Ngabalin, Ngabalinnya pakai huruf Melayu, Arab Melayu,” jelas dia.

Kemudian, ia mengatakan kejanggalan lainnya yaitu dirinya tertulis sebagai Staf Khusus Presiden. Padahal, posisinya sebagai Tenaga Ahli Utama KSP. "Kami di KSP sebagai juru bicara dan Tenaga Ahli KSP," ujarnya.

Pun, Ali menambahkan dirinya tak memiliki kewenangan mengeluarkan surat menyurat. Sebab, hal itu tidak ada aturan atau regulasinya. 

“Saya syukur sekali, Alhamdulillah Pak Wali Kota menolak. Beliau tidak meyakini surat itu," tuturnya.