PPATK Ungkap Transaksi Haram Pejabat ke Pacar, Begini Modusnya
- PPATK.go.id
VIVA – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan menerima 73.000 melaporkan transaksi keuangan mencurigakan sepanjang tahun 2021. Sebagiannya merupakan pejabat. Bahkan diungkapkan, tidak jarang transaksi pejabat itu mengalirnya ke “pacar”.
Begitu fenomena tersebut terkuak dalam rapat Komisi III DPR bersama Kepala PPATK pada 31 Januari 2022 kemarin.
Mulanya, dalam rapat, anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, Santoso mempertanyakan sejauh mana PPATK mengawasi aliran keuangan pejabat dengan kerabat dekatnya.
"Saya ingin tanyakan juga soal transaksi keuangan para pejabat, sampai sejauh mana PPATK memonitor kerabat, kanan kiri, karyawannya, karena ada juga memberikan simpan uang kepada keluarga, sahabat, kolega, anak buah. Ini harus jadi model PPATK mencegah money laundering," kata Santoso.
Santoso juga merasa heran banyak pejabat negara yang tidak memiliki uang miliaran di rekeningnya, tetapi memiliki aset yang fantastis.
"Saat ini banyak para pejabat dia punya rekening tidak miliaran, tapi rumahnya ratusan miliaran, belum asetnya. Pas dilihat PPATK tidak punya uang banyak, ini harus menjadi model. Kalau PPATK mengalir seperti air tidak akan tuntas orang-orang yang melalukan TPPU," kata Santoso.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membenarkan pihaknya mengendus sejumlah transaksi mencurigakan dari para pejabat ke kerabat dekatnya, bahkan pacar atau teman dekatnya.
"Terkait dengan transaksi para pejabat, ya transaksi para pejabat pastinya ada Pak, terkait dengan nomineenya. Kemudian terkait dengan kerabat, keluarga, sahabat, kolega, anak buah dan segala macam itu temukan juga. Jadi bukan hanya kepada keluarga, tapi mohon maaf misalnya kepada pacar atau kepada orang lain yang palsu dan segala macam, itu juga, itu yang kami sebut dengan nominee. Dalam beberapa kesempatan justru transaksi terbukti dari pacar," kata Ivan.
Ivan kemudian mengungkapkan orang pajak yang punya pacar pramugari. Namun Ivan tidak memerinci siapa yang dimaksud dalam pernyataannya di rapat tersebut.
"Iya, yang orang pajak itu kan pacarnya pramugari, terus di Jawa Barat juga kami lihat orang, oknum juga membelikan rumah pacarnya dengan transaksi tunai, berapa ratus juta untuk rumah. Nah dari situ ketahuan terkait dengan oknum ASN atau pejabat. Nah dari situ juga ketahuan pejabatnya kita korek, beberapa yang di KPK kan ketemunya seperti itu," imbuhnya.
Masih seputar masalah itu, belum lama ini, Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilai Kanwil Ditjen Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra) Wawan Ridwan dan anaknya bernama Muhammad Farsha Kautsar didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.
"Terdakwa I Wawan Ridwan pada tahun 2018-2020 telah melakukan beberapa perbuatan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana Korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," kata jaksa KPK M. Asri Irwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, akhir Januari 2022 kemarin.
Wawan Ridwan selama menjadi pemeriksa pajak madya pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan periode 2014-2019 mendapat perintah dari pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno melalui Dadan Ramdani untuk mendapatkan fee dari para wajib pajak yang diperiksa.
Fee tersebut dibagi 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas Direktur dan Kepala Subdirektorat sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa. Dalam hal ini Wawan mendapatkan 606.250 dolar Singapura atau sekitar Rp6,47 miliar.
Mengalir ke Siwi Widi
Atas penerimaan tersebut, Wawan membeli mobil Honda Jazz 1.5 RS CVT MMC warna Crystal Black Pearl senilai Rp262,5 juta pada tanggal 24 April 2018. Pembelian mobil ini dilakukan oleh anak Wawan, Feyzra Akmal Maulana.
Kedua, pembelian 2 bidang tanah serta bangunan seluas 101 dan 199 meter persegi di Kota Bandung pada bulan Oktober 2018 total Rp2,8 miliar.
Ketiga, pembelian rumah di Tangerang pada tanggal 16 Februari 2019 senilai Rp1,3 miliar yang penandatangannya oleh Feyza Akmal Maulana.
Keempat, pembelian tanah di Rankasbitung seluas 374 meter persegi pada tahun 2019 senilai Rp252.450.000,00.
Kelima, pembelian mobil Honda CRV Turbo 1.5 Prestige warna Crystal Black Pearl senilai Rp509,3 juta pada tanggal 7 Februari 2020.
"Terdakwa I Wawan Ridwan bersama-sama dengan Muhammad Farsha Kautsar pada bulan April 2018-Agustus 2020 mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaannya tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan penerimaan gratifikasi dari para wajib pajak yang diperiksa oleh terdakwa I sehingga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usulnya telah melakukan beberapa perbuatan atas nama terdakwa I sendiri ataupun atas nama pihak-pihak lain," ungkap jaksa Asri.
Wawan selama menjadi pemeriksa pajak madya periode 2015-2019 menerima gratifikasi berupa uang dari wajib pajak terkait dengan pemeriksaan wajib pajak PT Sahung Brantas Energi, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel (CV PS), PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi, PT Walet Kembar Lestari (PT WKL), dan PT Link Net sejumlah Rp1.036.250.000,00, 71.250 dolar Singapura, dan uang setara Rp625 juta dalam bentuk dolar AS serta dari wajib pajak lainnya sejumlah Rp6.446.847.500,00 yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa Pajak Musliman, Karl Layman, dan Atik Djauhar.
Uang itu lalu diubah bentuknya dengan cara pertama menukarkan penerimaan uang dalam bentuk mata uang asing ke mata uang rupiah atas nama Muhammad Farsha Kautsar senilai Rp8.888.830.000,00.
Kedua, memindahkan ke rekening M. Farsha Kautsar pada tanggal 28 Januari 2019-29 April 2019 senilai Rp1.204.473.500,00.
Ketiga, membeli jam tangan pada tanggal 5 April 2019-25 Juli 2019 senilai Rp888.830.000,00.
Keempat, membeli 1 unit mobil Outlander Mercedes Benz C300 Coupe senilai Rp1.379.105.000,00.
Kelima, membeli tiket dan hotel sebesar Rp987.289.803,00.
Keenam, membeli valuta asing sebesar Rp300 juta pada tanggal 23 Mei 2019.
Ketujuh, mentransfer sebanyak 21 kali kepada Siwi Widi Purwanti selaku teman dekat Muhammad Farsha Kautsar pada tanggal 8 April 2019-23 Juli 2019 senilai Rp647.850.000,00.
Kedelapan, mentransfer kepada Adinda Rana Fauziah pada bulan Januari 2019-Maret 2021 senilai Rp39.186.927 dan kepada Bimo Edwinanto sejumlah Rp296 juta selaku teman M. Farsha Kautsar
Kesembilan, mentransfer beberapa kali kepada Nurcahyo Dwi Purnomo dan keluarganya untuk kepentingan usaha Wawan dan M, Farsha Kautsar senilai Rp509.180.000,00 pada tanggal 7 Februari 2019-9 Desember 2020.
Atas perbuatannya, Wawan Ridwa didakwa dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Terhadap dakwaan, Wawan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).