Angin Prayitno Sebut Jaksa Putarbalikkan Fakta dan Imajinasi Semata

Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta melanjutkan sidang dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan dengan terdakwa eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Agenda sidang yaitu duplik atau jawaban tergugat atas replik yang diajukan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam duplik, Angin Prayitno melalui penasihat hukumnya Syaefullah Hamid mengatakan ada fakta yang diputarbalikkan oleh jaksa.

"Replik PU hanya mengulang kembali apa yang pernah penuntut umum sampaikan dalam surat dakwaan dan surat tuntutan bahkan terdapat pemutarbalikan fakta," kata Syaefullah membaca duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 27 Januari 2022.

Jaksa disebut tak berkata jujur karena menyatakan print out data transaksi customer Dolarasia Kepala Gading berasal dari hasil penggeledahan yang dilakukan penyidik di Kantor Dolarasia dalam perkara tersangka Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Pernyataan jaksa dianggap sesat lantaran berdasarkan bukti dalam Berita Acara Penyitaan (BAP) dan tanda penerimaan barang bukti. Bukti itu menjelaskan data transaksi penukaran uang Rp3,049 miliar ke dolar AS sudah disita dalam perkara Angin Prayitno.

"Lantas dari mana asalnya karangan penuntut umum yang menyebutkan bahwa data transaksi tersebut ditemukan dalam perkara Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak?" jelasnya.

Kasus hukum yang disidangkan di pengadilan (foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Selain itu, Angin Prayitno juga menyatakan jaksa sudah mengingkari sendiri surat dakwaannya. Jaksa dianggap gagal membuktikan adanya penukaran uang rupiah Rp13,8 miliar ke dolar Singapura oleh Yulmanizar alias Deden Suhendar.

Sebab, dalam surat dakwaan, jaksa menerangkan hasil penukaran dalam bentuk dolar Singapura diteruskan sebagai suap ke Dadan Ramdani. Lalu, sebagian ke Angin Prayitno. 

Jaksa kemudian dalam sidang agenda replik mengajukan bukti lain berupa penukaran uang rupiah ke dolar AS sebesar Rp3,049 miliar menjadi 227.100 dolar AS.

Namun, alat bukti itu dipandang tak dapat membuktikan adanya penerimaan uang 750 ribu dolar Singapura sebagaimana yang didakwakan kepada Angin Prayitno.

"Jika penuntut umum menganggap penukaran uang sebesar Rp3,049 miliar jadi 227.100 dolar AS sebagai bagian dari tindak pidana yang dituduhkan, maka berarti penuntut umum mengingkari dakwaan dan tuntutannya sendiri dan secara implisit mengakui dakwaannya tak terbukti," kata Syaefullah.

Angin Prayitno juga mengatakan jaksa tetap gagal membuktikan ada suap dari Veronika Lindawati, kuasa dari Bank Panin.

Jaksa diketahui mempersoalkan kedatangan Veronika pada 15 Oktober 2018 dan mengaitkannya dengan initial finding Rp900 miliar yang dinegosiasikan. Kubu Angin Prayitno menduga jaksa ingin menyatakan kedatangan Veronika sebelumnya pada 24 Juli 2018 guna menegosiasikan nilai pajak dari Rp900 miliar ke Rp300 miliar. 

Menurut Syaefullah, dugaan penuntut umum tidak logis karena Veronika seharusnya mendatangi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini sebelum nilai pajak ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) agar angka tersebut berubah.

"Tetapi, fakta hukum membuktikan bahwa Veronika Lindawati mendatangi DJP pada tanggal 24 Juli 2018, sehari setelah SPHP ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2018. Nilai pajak dalam SPHP sebesar Rp303 miliar bahkan bertambah menjadi Rp307 miliar pada saat SKP terbit," ujarnya.

"Di sinilah logical fallacy penuntut umum dalam mengurai perkara ini. Dalam repliknya, penuntut umum sama sekali tidak membahas pertemuan tanggal 24 Juli 2018," kata Syaefullah.

Atas penjabaran duplik ini, kubu Angin Prayitno meminta majelis hakim menolak replik jaksa karena hanya didasarkan pada asumsi dan imajinasi semata.

Majelis hakim juga diminta menjatuhkan putusan dengan menyatakan Angin Prayitno tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 11 dan Pasal 12 huruf A UU Tipikor.

"Membebaskan terdakwa I Angin Prayitno Aji dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum," tutur Syaefullah.