Menkes Sebut RI Terima 400.000 Paxlovid untuk Obat Antivirus COVID-19
- Biro Setpres
VIVA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan sebanyak 400.000 obat antivirus COVID-19 buatan Pfizer, Paxlovid, sudah tiba di Indonesia dalam rangka menanggulangi pandemi COVID-19, terutama untuk mengantisipasi kebutuhan obat jika terjadi lonjakan kasus COVID-19.
"Pemerintah sudah mempersiapkan obat-obatan, Paxlovid 400.000 tablet sudah datang, kami sudah lihat, rencananya juga akan diproduksi di Indonesia bulan Maret-April," katanya dalam keterangan pers tentang hasil rapat terbatas tentang Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Minggu, 16 Januari 2022.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga sedang memroses untuk mendatangkan Paxlovid, yang diharapkan bisa tiba pada Februari 2022. Jika nanti terjadi lonjakan kasus COVID-19, katanya, obat-obatannya sudah siap.
Budi mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan kepadanya untuk memastikan obat-obatan itu bukan hanya tersedia di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau rumah sakit pemerintah, tapi juga tersedia di apotek-apotek.
Obat-obatan untuk penanganan COVID-19 itu, kata dia, akan dibagi dalam kategori yang bisa dibeli umum, yang harus dibeli dengan mendapatkan resep dokter, dan hanya bisa diberikan melalui perawatan rumah sakit.
Budi sebelumnya mengatakan kenaikan kasus Omicron akan cepat mencapai puncak kasus, yakni dalam kisaran sejak 35-65 hari dari awal penularan.
"Di rapat terbatas tadi telah kami update kepada Presiden bahwa beberapa negara sudah mengalami puncak dari kasus Omicron, dan puncak tersebut dicapai secara cepat dan tinggi, waktunya berkisar antara 35 sampai 65 hari," katanya.
Ia menjelaskan kasus Omicron pertama kali teridentifikasi di Indonesia pada pertengahan Desember 2021, tapi kasus di Tanah Air mulai naik di awal Januari 2022. "Antara 35 sampai 65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat," katanya.
Dia mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi kemungkinan kondisi itu, tetapi menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Walaupun kenaikan kasusnya lebih cepat dan tinggi, jumlah kasus akan lebih banyak dan penularan lebih cepat, tapi angka rawat inap di rumah sakit untuk penderita COVID-19 dengan varian Omicron lebih rendah dibanding dengan yang disebabkan varian Delta, kata Budi Gunawan Sadikin. (ant)